Hamim
Ilyas
(
Makalah ini disampaikan dalam acara Seminar Regional Pengembangan Prodi IAT
STAIN Salatiga pada tanggal 5 Desember 2013)
I.Pendahuluan
- Krisis multi dimensi yang
dialami umat Islam karena krisis kebudayaan. Umat hidup dalam zaman
modern-industri-informasi dengan kultur masyarakat tradisional-agraris
- Tidak ada jalan keluar
dari krisis kecuali transformsi budaya dari tradisional-agraris menjadi
modern-industri-informasi
- Untuk transformasi budaya
diperlukan landasan teologis yang memadai. Tafsir dalam wujud tafsir, kalam,
fikih dan tasawuf yang ada tidak memadai sebagai landasan karena
ajaran-ajaran yang dikemukakannya bersifat ad hoc dan departemantalis.
- Sesuai dengan tantangan
transformasi budaya yang dihadapi, tafsir yang memadai sebagai landasan
teologis adalah tafsir berkerangka kebudayaan, bukan kerangka hukum,
tasawuf dan yang lain.
II.
Kebudayaan
- Kebudayaan dalam
pengertian yang dikemukakan oleh ahli ilmu sosial adalah seluruh total
dari pikiran, karya dan hasil karya manusia yang tidak berakar pada nalurinya.
Karenanya, kebudayaan hanya bisa dicetuskan manusia setelah menempuh
proses belajar.
- Dalam pengertian yang luas
ini, kebudayaan meliputi 7 unsur universal: sistem religi dan upacara
keagamaan; sistem dan organisasi kemasyarakatan; sistem pengetahuan;
bahasa; kesenian; sistem mata pencaharian hidup; dan sistem teknologi dan
peralatan.
- Kemudian jika dilihat dari
wujudnya, menurut Koentjaraningrat, kebudayaan memiliki 3 wujud:
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari kepercayaan, ide,
gagasan, nilai, norma, peraturan dan lain-lain (sistem pengetahuan);
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola
dari manusia dalam masyarakat (sistem sosial);
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia (sistem
artifak).
III.
Syariah: Kerangka Kebudayaan dalam ber-Islam
Dalam ber-Islam, umat harus mengikuti syariah (bahasa: jalan
lintasan yang ditempuh). Syariah yang harus diikuti itu dalam
al-Jatsiyah, 45: 18 disebut syaria’atin minal amr yang
ditempuh Nabi:
Kemudian
Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat dari urusan. Maka
ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui.
Pembicaraan
ayat ini berhubungan dengan pembicaraan ayat-ayat sebelumnya, terutama mulai
ayat 16. Dalam ayat 16 ini ditegaskan bahwa kepada
Bani Israil Allah telah memberikan al-kitab, al-hukm, an-nubuwwah, rejeki
yang baik dan keunggulan atas bangsa-bangsa yang lain. Berikutnya dalam ayat
17, ditegaskan bahwa Allah telah memberikan kepada mereka bayyinat min
al-amr, bukti-bukti yang jelas dari urusan itu. Dua
ayat ini sama-sama berbicara tentang Bani Israil.Karena itu pemahamannya
seharusnya tidak dipisahkan, sehingga urusan yang dimaksudkan dalam ayat 17 itu
adalah kelima hal yang disebutkan dalam ayat 16. Jadi di samping diberi lima
hal tersebut (al-kitab dan seterusnya), Bani Israil juga
diberi bukti-bukti yang jelas bahwa kelimanya telah diberikan kepada mereka.
Selanjutnya dalam ayat 18 ditegaskan bahwa Allah menjadikan Nabi Muhammad
berada pada syari’ah min al-amr, jalan dari segala
urusan.Pemahaman ayat ini seharusnya juga tidak dipisahkan dari dua ayat
sebelumnya itu sehingga yang dimaksudkan dengan al-amr (segala
urusan) di dalamnya adalah al-amr yang disebutkan dalam kedua
ayat sebelumnya tersebut, yakni kelima hal yang telah diberikan kepada Bani
Israil. Dengan demikian apabila ketiga ayat tersebut dipahami sebagai satu
kesatuan, maka syariah yang ditempuh Nabi berdasarkan bimbingan dari Allah
adalah jalan al-kitab, al-hukm, an-nubuwwah, rejeki yang baik
dan keunggulan atas bangsa-bangsa lain.
Dalam perspektif kebudayaan, kelima hal di atas, dengan
memperhatikan seluruh pembicaraan al-Qur’an yang berkaitan dengannya dan fakta
sejarah yang diketahui, dapat disebut sebagai unsur-unsur kebudayaan:
- Sistem religi dan upacara
keagamaan (al-kitab: kepercayaan tauhid dan ibadah atau
ritual);
- Sistem dan organisasi
kemasyarakatan (al-hukm: kekuasaan untuk pengendalian
sosial dan kepemimpinan untuk mempengaruhi guna mencapai tujuan
masyarakat);
- Sistem pengetahuan (an-Nubuwwah: tugas
kenabian membangun peradaban hanya bisa dilaksanakan dengan pengetahuan
yang benar, tepat dan memadai);
- Bahasa [an-nubuwwah: para
nabi menjalankan tugas kenabian menggunakan bahasa kaumnya untuk
menyampaikan pesan (Ibrahim, 14: 4)];
- Kesenian (an-nubuwwah: para
nabi membangun peradaban dengan –dalam batas-batas tertentu- mengembangkan
kesenian, seperti Adam mengembangkan seni berpakaian dan Hud mengembangkan
seni bangunan atau arsitektur);
- Sistem mata pencaharian
hidup (rezki yang baik: kerja perdagangan, industri, peternakan, pertanian
dan lain-lain); dan
- Sistem teknologi dan
peralatan (keunggulan atas bangsa-bangsa lain: teknologi pengolahan air;
pengolahan emas, perak dan baja; dan lain-lain).
IV.
Al-Qur’an
Tafsir
al-Qur’an berkerangka kebudayaan menggunakan asumsi-asumsi dasar yang sesuai
dengan keterangan al-Qur’an tentang dirinya sendiri:
- Paradigma al-Qur’an kitab
rahmat: Al-Qur’an diwahyukan sebagai rahmat dari Allah (al-Qashash, 28:
86; dan ad-Dukhan, 44: 6). Rahmah: riqqatun taqtadlil ihsana ilal
marhumi. Al-Qur’an diwahyukan untuk memberikan kebaikan nyata.
Kebaikan nyata yang berhubungan dengan realitas fundamental adalah hidup
baik. Jadi al-Qur’an diwahyukan untuk mewujudkan hidup baik (bahagia, maju
dan sejahtera)
- Isi al-Qur’an: tibyanan
li kulli syai’ (an-Nahl, 16: 89). Kulli syai’: asal-usul
kehidupan, jalannya kehidupan, menjalani kehidupan, akhir kehidupan dunia
dan kehidupan akhirat
- Fungsi al-Qur’an: huda (pedoman
menempuh shiratrh mustaqim), syifa’ lima fish shudur (pangkal-pangkal
ucapan dan perilaku: rohani, jiwa, mental, pikiran, perasaan dan mind-set),
mau’idhah (nasehat baik untuk hidup berpengharapan) dan busyra (memberikan
kegembiraan)
- Penerapan al-Qur’an: litahkuma
bainan nas bima araka Allah (an-Nisa’, 4: 105): membuat
sistem, membangun budaya, mengelola, mengatur dan reward and
punishment; dan litukhrijan nas minadh dhulumati ilan nur (Ibrahim,
14: 1): mengeluarkan dari kesengsaraan, keterbelakangan dan
ketidaksejahteraan.
V. Epistemogi
Tafsir
al-Qur’an berkerangka kebudayaan menggunakan gabungan epistemologi:
1. Tafsir
tradisional/al-manhaj al-naqli (sumber: hadis dan aqwal;
pendekatan: otoritas)
2. Tafsir
rasional/al-manhaj al-‘aqli (sumber: akal/rasio; pendekatan:
silogisme dan logika agama/maslalah)
3. Tafsir
murni (sumber: bahasa; pendekatan: linguistik dan sastera)
4. Tafsir
‘ilmi (sumber: ilmu pengetahuan; pendekatan: eklektik)
5. Tafsir
sufistik/al-manhaj al-isyari (sumber: intuisi dan filsafat;
pendekatan: mistis dan spekulatif)
6. Tafsir
perbandingan (sumber: tafsir yang telah ada; pendektan: perbandingan)
7. Tafsir
kontekstual (sumber: konteks; pendekatan: hermeneutika)
VI. Wujud Kebudayaan
A. Sistem Kepercayaan dalam
al-Qur’an
1.
Iman kepada Allah: Allah mewajibkan sifat rahma pada diri-Nya
· Core sifat
Allah adalah rahma: ar-rahman dan ar-rahim.
· Semua
sifat dan perbuatan Allah berdasarkan rahma
2.
Iman kepada Nabi: Nabi Diutus sebagai Rahmat
· Nabi
diutus untuk menyempurnakan akhlak
· Nabi
diutus untuk membawa jawamiúl kalim
· Nabi
diutus untuk menjadi pembagi (qasim)
· Nabi
diutus untuk menjadi pengajar (mu’allim)
3.
Role Model Keimanan: Millah Ibrahim
· Muslim: menyerahkan
diri kepada kehendak Allah dan mengambil tanggung jawab dengan terlibat dalam
kehidupan
· Hanif: berintegritas
tinggi
· Mushin: mewujudkan
kebaikan yang rasional
· Qanit: taat
kepada Allah dengan mengembangkan spiritualitas
· Syakir: menghayati
anugerah dan mengembangkannya dengan melakukan aktualisasi diri
4.
Paradigma Agama : Islam agama rahmat
· Agama
rasional
· Agama
peduli
· Agama
peradaban
5.
Organisasi Agama : Islam Kaffah
· Keberagamaan
tri-dimensi (spiritual, moral dan sosial)
· Peradaban
materiil dan spirituil
· Integrasi
sosial-politik
6.
Definisi Agama: Din wa Ni’mah
· Din: iman
dan “islam”
· Ni’mah: al-halah
al-hasanah, peradaban.
B. Sistem Nilai dalam al-Qur’an
- Tujuan hidup
- Cita-cita hidup
- Orientasi hidup
- Kesetiaan dalam hidup
- Komitmen dalam hidup
- Moralitas pribadi dan
moralitas sosial
C. Sistem sosial dalam
al-Qur’an
1.
Sosial kemasyarakatan
· Identitas
masyarakat: ummatan wasatha
· Doktrin
keterpilihan: syuhada’ ‘alan
nas
· Jiwa
masyarakat: ghairus sufaha’
· Sistem
dan struktur : likullin wijhah huwa muwalliha
· Kepribadian: fastabiqul
khairat
· Watak-watak
masyarakat
2.
Pola perilaku warga: amal saleh
· Berbadan
baik
· Beragama
baik
· Berbudi
pekerti baik
· Berilmu
baik
· Bermasyarakat
baik
· Berekonomi
baik
· Berlingkungan
hidup baik
3. Ilmu
pengetahuan
· Ilmu
untuk meninggikan derajat
· Kesatuan
ilmu dan spiritualitas
4.
Pendidikan
· Mengantarkan
peserta didik untuk mampu beramal saleh
· Menjadi
mukmin
· Memiliki
kehidupan hayatan thayyibah
5.
Negara
· Baladan
aminan
· Baldatun
Thayyibatun wa Rabbun Ghafur
· Al-Balad
al-amin
D. Sistem Artifak yang Dihargai
al-Qur’an
- Artifak agama
- Artifak ekonomi
- Artifak negara/politik
- Artifak teknologi
VII. Penutup
Transformasi umat menjadi masyarakat modern-industri informasi sekarang
ini menjadi tuntutan syariat Islam yang otentik.Karena itu tafsir al-Qur’an
berkerangka kebudayaan merupakan keniscayaan yang tak terhindarkan.Wallahu
a’lam bish shawab.
Posting Komentar