Tidak
salah jika Islam merupakan ajaran yang paling komprohensif, Islam sangat rinci
mengatur kehidupan umatnya, melalui kitab suci al-Qur’an. Allah SWT memberikan
petunjuk kepada umat manusia bagaimana menjadi insan kamil atau pemeluk agama
Islam yang kafah atau sempurna.
Secara garis besar ajaran Islam bisa dikelompokkan dalam dua kategori yaitu Hablum Minallah (hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan) dan Hablum Minannas (hubungan manusia dengan manusia). Allah menghendaki kedua hubungan tersebut seimbang walaupun hablumminannas lebih banyak di tekankan. Namun itu semua bukan berarti lebih mementingkan urusan kemasyarakatan, namun hal itu tidak lain karena hablumminannas lebih komplek dan lebih komprehensif. Oleh karena itu suatu anggapan yang salah jika Islam dianggap sebagai agama transedental.
A. Surat al-Ra’du ayat 11
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ
يَحْفَظُوْ نَهُ مِنْ اَمْرِاللهِ إِنَّ اللهََ لاَيُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى
يُغَيِّرُوْامَا بِأَنْفُسِهِمْ وَاِذَا أَرَادَاللهُ بِقَوْمٍ سُوْءًا فَلاَ
مَرَدَّالَهُ وَمَالَهُمْ مِنْ دُوْنِهِ مِنْ وَّالٍ
Artinya
: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran,
dimuka dan dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah, sesungguhnya
Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Allah.
Ayat ini menerangkan tentang kedhaliman manusia. Dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa kebangkitan dan keruntuhan suatu bangsa tergantung pada sikap dan tingkah laku mereka sendiri. Kedzaliman dalam ayat ini sebagai tanda rusaknya kemakmuran suatu bangsa.
Ayat ini menerangkan tentang kedhaliman manusia. Dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa kebangkitan dan keruntuhan suatu bangsa tergantung pada sikap dan tingkah laku mereka sendiri. Kedzaliman dalam ayat ini sebagai tanda rusaknya kemakmuran suatu bangsa.
لَهُ مُعَقِبَاتِ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْقِهِ
يَحْفَظُوْ نَهُ مِنْ اَمْرِاللهِ
Pada
tiap manusia baik yang bersembunyi ataupun yang nampak ada malaikat yang terus
menerus bergantian memelihara dari kemudharatan dan memperhatikan gerak gerik
setiap manusia, sebagaimana berganti-ganti pula malaikat yang lain yang
mencatat segala amalannya, baik maupun buruk. Ada malaikat malam dan ada
malaikat siang, satu berada disebelah kiri yang mencatat segala amal kejahatan
dan satu disebelah kanan yang mencatat segala amal kebajikan, dan dua malaikat
bertugas memelihara dan mengawasi manusia. Adapun malaikat yang dimaksud dalam
ayat ini adalah malaikat Hafadzah.[1]
Adapun keempat malaikat itu tidak akan terlepas dari kita, melainkan kita sedang dalam keadaan mempunyai hadats besar. Sebagaimana dalam sabda Rasul :
Adapun keempat malaikat itu tidak akan terlepas dari kita, melainkan kita sedang dalam keadaan mempunyai hadats besar. Sebagaimana dalam sabda Rasul :
اِنَّ مَعَكُمْ مَنْ لاَيُقَارِقُكُمْ عِنْدَالْخَلاَءِ
وَعِنْدَالْجِمَاعِ فَاسْتَحْيُوْهُمْ وَاَكْرَمَهُمْ.
“Sesungguhnya
ada malaikat-malaikat yang mengikuti kamu dan tidak terpisah dari kamu
melainkan disaat-saat kamu membuang hajat besar atau bersetubuh, maka di segani
dan hormatilah mereka.”[2]
إِنَّ اللهََ لاَيُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى لاَيُغَيِّرُمَا
بِأَنْفُسِهِمْ
Allah
tidak akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum berupa nikmat dan kesehatan,
lalu mencabutnya dari mereka sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri
mereka sendiri. Allah juga menyuruh kita (umat-Nya) untuk mengubah suatu
kedzaliman karena jika kita tidak merubahnya, maka Allah akan memperluas
siksaannya, sedangkan Allah menciptakan manusia di bumi ini untuk menjadi
penguasa (khalifah) yang bertugas memakmurkan dan memanfaatkan segala isinya
dengan baik bukan untuk merusaknya.[3]
وَاِذَا أَرَادَاللهُ بِقَوْمٍ سُوْءًا فَلاَ مُرَدَّالَهُ
Kita
tidak patut dan tidak boleh meminta kepada Allah agar keburukan segera
didatangkan sebelum kebaikan atau siksaan sebelum pahala, karena jika Allah
telah menghendaki dan menimpakannya kepada mereka, maka tidak ada seorangpun
yang dapat menolak takdir-Nya.
وَمَالَهُمْ مِنْ دُوْنِهِ مِنْ وَّلٍ
Tidak
ada penolong bagi manusia seorangpun yang dapat mengendalikan urusan mereka,
dan tidak ada seorangpun pula yang mampu mendatangkan kemanfataan atau menolak
madharat selain Allah SWT. Sebagaimana dalam Firman-Nya Surat al-Hajj ayat 73:
يَاَيُّهَاالنَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوْالَهُ اِنَّ
الَّذِيْنَ تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ لَنْ يَخْلُقُوْا ذُبَابًا
وَّلَوِاجْتَمَعُوْلَهُ وَاِنْ يَسْلُبْهُمُ الدُّبَابُ شَيْئًا لاَيَسْتَنْقِذُهُ
مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوْبُ
“Hai
manusia, telah di buat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu,
sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat
menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan
jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya
kembali dari lalat itu, amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah pulalah
yang disembah.”[4]
B. Surat al-Hujurat ayat 11-13
B. Surat al-Hujurat ayat 11-13
يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْالاَيَسْخَرْقَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ
عَسَى اَنْ يَكُوْنُوْاخَيْرًامِنْهُمْ وَلاَنِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى اَنْ
يَكُنَّ خَيْرًامِنْهُنَّ وَلاَتَلْمِزُوْااَنْفُسَكُمْ وَلاَتَنَابَزُوْا
بِاْلاَلْقَابِ بِئْسَ الإِسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَاْلإِيْمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ
فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ () يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ
اَمَنُوْااجْتَنِبُوْاكَثِيْرًامِنَ الظَّنِّ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ
وَلاَتَجَسَّسُوْاوَلاَيَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ
يَاءْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًافَكَرِهْتُمُوْهُ وَاتَّقُواللهَ اِنَّ اللهَ
تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ () يَاَيُّهَاالنَّاسُ اِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ
ذَكَرٍوَاُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوْبًاوَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا اِنْ
اَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللهِ اَتْقَاكُمْ اِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ ()
(11).
Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang
lain (karena) boleh jadi mereka yang yang diolok-olok lebih baik dari mereka
yang mengolok-olok dan jangan pula wanita-wanita mengolok-olok wanita lain
karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olok lebih baik dari wanita yang
mengolok-olok dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu
panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk, seburuk-buruk panggilan yang
buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah
orang-orang yang dzalim. (12). Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan
janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu
menggunjing sebagian yang lain, sukakah salah seorang diantara kamu memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya,
dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang. (13) Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seseorang
laki-laki seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal, sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Dalam ayat ini Allah menjelaskan adab-adab (pekerti) yang harus berlaku diantara sesama mukmin, dan juga menjelaskan beberapa fakta yang menambah kukuhnya persatuan umat Islam, yaitu:
a. Menjauhkan diri dari berburuk sangka kepada yang lain.
b. Menahan diri dari memata-matai keaiban orang lain.
c. Menahan diri dari mencela dan menggunjing orang lain.
Dan dalam ayat ini juga, Allah menerangkan bahwa semua manusia dari satu keturunan, maka kita tidak selayaknya menghina saudaranya sendiri. Dan Allah juga menjelaskan bahwa dengan Allah menjadikan kita berbangsa-bangsa, bersuku-suku dan bergolong-golong tidak lain adalah agar kita saling kenal dan saling menolong sesamanya. Karena ketaqwaan, kesalehan dan kesempurnaan jiwa itulah bahan-bahan kelebihan seseorang atas yang lain.
Dalam ayat ini Allah menjelaskan adab-adab (pekerti) yang harus berlaku diantara sesama mukmin, dan juga menjelaskan beberapa fakta yang menambah kukuhnya persatuan umat Islam, yaitu:
a. Menjauhkan diri dari berburuk sangka kepada yang lain.
b. Menahan diri dari memata-matai keaiban orang lain.
c. Menahan diri dari mencela dan menggunjing orang lain.
Dan dalam ayat ini juga, Allah menerangkan bahwa semua manusia dari satu keturunan, maka kita tidak selayaknya menghina saudaranya sendiri. Dan Allah juga menjelaskan bahwa dengan Allah menjadikan kita berbangsa-bangsa, bersuku-suku dan bergolong-golong tidak lain adalah agar kita saling kenal dan saling menolong sesamanya. Karena ketaqwaan, kesalehan dan kesempurnaan jiwa itulah bahan-bahan kelebihan seseorang atas yang lain.
يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْالاَيَسْخَرْقَوْمٌ مِنْ
قَوْمٍ
Kita
tidak boleh saling menghina diantara sesamanya. Ayat ini akan dijadikan oleh
Allah sebagai peringatan dan nasehat agar kita bersopan santun dalam pergaulan
hidup kaum yang beriman. Dengan hal ini berarti Allah melarang kita untuk
mengolok-olok dan menghina orang lain, baik dengan cara membeberkan keaiban,
dengan mengejek ataupun menghina dengan ucapan / isyarat, karena hal ini dapat
menimbulkan kesalah-pahaman diantara kita.
عَسَى اَنْ يَكُوْنُوْاخَيْرًامِنْهُمْ
Allah
melarang kita menghina sesamanya karena boleh jadi orang yang dihina itu lebih
baik dan lebih mulia disisi Allah kedudukannya dari pada yang menghina.
وَلاَنِسَاءُ مِنْ نِسَاءِ عَسَى اَنْ يَكُنَّ
خَيْرًامِنْهُنَّ
Orang
yang kerjanya hanya mencari kesalahan dan kekhilafan orang lain, niscaya lupa
akan kesalahan dan kekhilafan yang ada pada dirinya sendiri. Sebagaimana dalam
sabda Nabi:
الكِبْرُ بَطْرُالْحَقِّ وَغَمْصُ النَاسِ
“Kesombongan
itu ialah menolak kebenaran dan memandang rendah manusia”.
وَلاَتَلْمِزُوْااَنْفُسَكُمْ
Dalam
penggalan ayat ini Allah melarang kita mencela orang lain karena mencela orang
lain sama saja mencela diri sendiri, karena orang-orang mukmin itu bagaikan
satu badan. firman Allah SWT yang menerangkan tentang balasan bagi orang yang
suka mencela orang lain yaitu:
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
“Neraka
wailun hanya buat orang yang suka mencedera orang dan mencela orang”.
(al-Humazah: 1)
Adapun dari arti هُمَزَةٍ yaitu mencedera, yakni memukul dengan tangan, sedangkan لُمَزَةٍ yaitu mencela dengan mulut.[5]
Adapun dari arti هُمَزَةٍ yaitu mencedera, yakni memukul dengan tangan, sedangkan لُمَزَةٍ yaitu mencela dengan mulut.[5]
وَلاَتَنَابَزُوْا بِاْلاَلْقَابِ
Allah
melarang kita memanggil orang lain dengan gelaran-gelaran yang mengandung
ejekan-ejekan, karena hal ini termasuk menjelekkan seseorang dengan sesuatu
yang telah diperbuatnya. Sedangkan orang yang dihina itu telah bertaubat, tapi
jika gelaran (panggilan) itu mengandung pujian dan tepat pemakaiannya, maka itu
tidak di benci sebagaimana gelar yang diberikan kepada Umar, yaitu:Al-Faruq.
بِئْسَ الإِسْمُ الْفُسُوْقَ بَعْدَاْلإِيْمَانِ
Allah
melarang kita memanggil orang dengan kata “fasik” setelah ia sebulan masuk
Islam atau beriman.
Para ulama’ mengharamkan kita memanggil seseorang dengan sebutan yang tidak disukai.
Para ulama’ mengharamkan kita memanggil seseorang dengan sebutan yang tidak disukai.
وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ
Ayat
ini di turunkan mengenai “Shafiyah binti Hisyam Ibn Akhtab”, Beliau datang
mengadu kepada Rasul bahwa isteri Rasul yang lain mengatakan kepadanya. Hai
orang Yahudi, hai anak dari orang Yahudi, mendengar itu, Rasul berkata: mengapa
kamu tidak menjawab: ayahku Harun, pamanku Musa, sedangkan suamiku Muhammad.
Dalam ayat ini diterangkan bahwa orang yang sudah mengolok-olok bahkan menghina
orang lain tapi tidak bertaubat, maka mereka termasuk orang dhalim.
يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْااجْتَنِبُوْاكَثِيْرًامِنَ
الظَّنِّ
Dalam
ayat ini Allah melarang bahkan mengharamkan kita berprasangka buruk atau
berfikiran negatif terhadap orang yang secara lahiriyah tampak baik dan
memegang amanat, atau kita tidak boleh menfitnah seseorang, karena menfitnah
itu bukan saja menyakiti seseorang dari lahirnya saja tapi juga menyakiti
bathinnya.
اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمُ
Allah
melarang kita berburuk sangka terhadap orang lain karena sebagian dari buruk
sangka itu dosa.
Prasangka adalah dosa, karena prasangka adalah tuduhan yang tidak beralasan dan bisa memutuskan silaturahmi di antara dua orang yang baik.
Dalam hal ini prasangka yang di larang adalah prasangka buruk yang dapat menimbulkan tuduhan kepada orang lain, sedangkan prasangka tentang perkiraan itu tidak di larang.
Sebagaimana terdapat dalam suatu hadits :
Prasangka adalah dosa, karena prasangka adalah tuduhan yang tidak beralasan dan bisa memutuskan silaturahmi di antara dua orang yang baik.
Dalam hal ini prasangka yang di larang adalah prasangka buruk yang dapat menimbulkan tuduhan kepada orang lain, sedangkan prasangka tentang perkiraan itu tidak di larang.
Sebagaimana terdapat dalam suatu hadits :
ثَلاَثٌ لَأَزِمَّاتٌ ِلأُمَتِّى : الطِبْرَةُ وَالْحَسَدُ
وَسُوْءُالظَّنِّ
“Tiga
macam membawa krisis bagi umatku, yaitu memandang kesialan, dengki, dan buruk
sangka”.[6]
وَلاَتَجَسَّسُوْ
Allah melarang kita mencari-cari keaiban dan menyelidiki rahasia seseorang, tapi jika kita memata-matai seseorang atau musuh agar tidak terjadi kejahatan, maka itu di perbolehkan.
وَلاَيُغَيِّبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا
Allah
melarang mencela orang di belakangnya atau menggunjing tentang sesuatu yang
tidak di sukainya.
Menurut para ulama’, mencela yang dibenarkan adalah jika bertujuan untuk :
a. Untuk mencari keadilan,
b. Untuk menghilangkan kemungkaran,
c. Untuk meminta fatwa atau mencari kebenaran,
d. Untuk mencegah manusia berbuat salah,
e. Untuk membeberkan orang yang tidak malu-malu melakukan kemaksiatan.
Menurut para ulama’, mencela yang dibenarkan adalah jika bertujuan untuk :
a. Untuk mencari keadilan,
b. Untuk menghilangkan kemungkaran,
c. Untuk meminta fatwa atau mencari kebenaran,
d. Untuk mencegah manusia berbuat salah,
e. Untuk membeberkan orang yang tidak malu-malu melakukan kemaksiatan.
اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَاءْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ
مَيْتًافَكَرِهْتُمُوْهُ
Allah
melarang kita membicarakan keburukan seseorang, karena hal itu sama halnya
dengan makan bangkai saudaranya yang busuk. Allah melarang hal ini karena
perbuatan ini merupakan penghancuran pribadi terhadap saudara yang di cela itu.
وَاتَّقُواللهَ اِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
Dalam
ayat ini Allah menyuruh kita bertaubat dari kesalahan yang telah kita perbuat
dengan di sertai penyesalan dan bertaubat (taubat an-nasukha). Dalam ayat ini
Allah juga memberitahukan bahwasanya Allah senantiasa membuka pintu kasih
sayangnya, membuka pintu selebar-lebarnya dan menerima kedatangan para hambanya
yang ingin bertaubat supaya menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Allah SWT.
يَاَيُّهَاالنَّاسُ اِنَّا خَلَقْنَكُمْ مِنْ
ذَكَرٍوَاُنْثَى
Dalam ayat ini mengandung dua penafsiran, yaitu :
1.
Seluruh manusia diciptakan pada mulanya dari seorang
laki-laki, yaitu Adam dan dari seorang perempuan, yaitu Hawa.
2.
Segala manusia sejak dulu sampai sekarang terjadi dari
seorang laki-laki dan perempuan.
وَجَعَلْنَكُمْ شُعُوْبًاوَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا
Allah
menjadikan manusia dari berbagai macam suku dan bangsa agar kita saling
mengenal. Ayat ini merupakan dasar demokrasi yang benar di dalam Islam, dengan
menghilangkan kasta dan perbedaan.
اِنْ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللهِ اَتْقَاكُمْ
Semua
manusia di sisi Allah SWT itu sama, yang membedakan hanyalah ketaqwaannya.
Taqwa adalah suatu prinsip umum yang mencakup takut kepada Allah dan mengerjakan apa yang diridhoinya yang melengkapi kebaikan dunia dan akhirat. Kemuliaan hati yang di anggap bernilai adalah kemuliaan hati, budi, perangai, dan ketaatan pada Allah.
Taqwa adalah suatu prinsip umum yang mencakup takut kepada Allah dan mengerjakan apa yang diridhoinya yang melengkapi kebaikan dunia dan akhirat. Kemuliaan hati yang di anggap bernilai adalah kemuliaan hati, budi, perangai, dan ketaatan pada Allah.
اِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu baik yang
tampak ataupun tersembunyi. Dan bahwa Allah adalah sebaik-baiknya Sang
Pencipta.
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.
Setiap manusia itu di jaga oleh 4 malaikat hafadhah dan
bahwasanya Allah adalah sebaik-baik penolong bagi kita.
2.
Dalam hidup bermasyarakat tidak boleh saling membedakan
karena semua sama, tak ada yang beda disisi Allah melainkan ketaqwaannya.
3.
Setiap manusia itu pasti punya kesalahan dan Allah maha
penerima taubat hambanya sebelum sakaratul maut.
4.
Allah tidak akan merubah suatu kaum kecuali dia merubahnya
dan Allah menyuruh kita untuk memberantas kedzaliman.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mustofa al Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, CV Toha Putra, Semarang, 1988.
H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1988.
H. Mukti Ali, Al-Qur’an dan Terjemahnya, PT Bumi Restu, Jakarta, 1974.
Prof. H. Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Ashhar, Yayasan Nurul islam, Surabaya, 1982
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, PT Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2000.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama samawi terakhir yang
dirisalahkan melalui Rasulullah SAW. Karena Islam sebagai agama terakhir dan
juga sebagai penyempurna ajaran-ajaran terdahulu, maka sangat bisa dipahami,
jika Islam merupakan ajaran yang paling komprohensif, Islam sangat rinci
mengatur kehidupan umatnya, melalui kitab suci al-Qur’an. Allah SWT memberikan
petunjuk kepada umat manusia bagaimana menjadi insan kamil atau pemeluk agama
Islam yang kafah atau sempurna.
Secara garis besar ajaran Islam bisa
dikelompokkan dalam dua kategori yaitu Hablum Minallah (hubungan
vertikal antara manusia dengan Tuhan) dan Hablum Minannas (hubungan
manusia dengan manusia). Allah menghendaki kedua hubungan tersebut seimbang
walaupun hablumminannas lebih banyak di tekankan. Namun itu
semua bukan berarti lebih mementingkan urusan kemasyarakatan, namun hal itu
tidak lain karena hablumminannas lebih komplek dan lebih komprehensif.
Oleh karena itu suatu anggapan yang salah jika Islam dianggap sebagai agama transedental.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Masyarakat Menurut Al-Qur’an?
2. Adakah Ayat-ayat Al-Qur’an Tentang Masyarakat?
1. Bagaimana pengertian Masyarakat Menurut Al-Qur’an?
2. Adakah Ayat-ayat Al-Qur’an Tentang Masyarakat?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Masyarakat Menurut Al-Qur’an
Istilah masayarakat dapat dilihat dari adanya
berbagai istilah lain yang dapat dihubungkan dengan konsep pembinaan
masyarakat, seperti istilah ummat, qaum, syu’ub, qabail dan
lain sebagainya. Istilah ummat dapat dijumpai pada ayat yang berbunyi :
öNçGZä. uöyz >p¨Bé& ôMy_Ì÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ cöqyg÷Ys?ur Ç`tã Ìx6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur ÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #Zöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB cqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ
110. kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik.
(QS. Ali Imran : 110)
Kata ummah pada ayat tersebut,
berasal dari kata amma, yaummu yang berarti jalan
dan maksud. Dari asal kata tersebut, dapat diketahui bahwa masyarakat adalah
kumpulan perorangan yang memiliki keyakinan dan tujuan yang sama, menghimpun
diri secara harmonis dengan maksud dan tujuan bersama.
Selanjutnya dalam Al-Mufradat fi Gharib
Al-Qur’an, masyarakat diartikan sebagai semua kelompok yang dihimpun oleh
persamaan agama, waktu, tempat baik secara terpaksa maupun kehendak sendiri.
Inti dari pendapat- pendapat tersebut, adalah bahwa masyarakat tempat
berkumpulnya manusia yang didalamnya terdapat sistem hubungan, aturan serta
pola- pola hubungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
B. Tafsir Ayat-ayat Al-Qur’an Tentang Masyarakat
1. Surat Al-Hujurat Ayat 11-12
1. Surat Al-Hujurat Ayat 11-12
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä w öyó¡o ×Pöqs% `ÏiB BQöqs% #Ó|¤tã br& (#qçRqä3t #Zöyz öNåk÷]ÏiB wur Öä!$|¡ÎS `ÏiB >ä!$|¡ÎpS #Ó|¤tã br& £`ä3t #Zöyz £`åk÷]ÏiB ( wur (#ÿrâÏJù=s? ö/ä3|¡àÿRr& wur (#rât/$uZs? É=»s)ø9F{$$Î/ ( }§ø©Î/ ãLôew$# ä-qÝ¡àÿø9$# y÷èt/ Ç`»yJM}$# 4 `tBur öN©9 ó=çGt y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqçHÍ>»©à9$# ÇÊÊÈ $pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qç7Ï^tGô_$# #ZÏWx. z`ÏiB Çd`©à9$# cÎ) uÙ÷èt/ Çd`©à9$# ÒOøOÎ) ( wur (#qÝ¡¡¡pgrB wur =tGøót Nä3àÒ÷è/ $³Ò÷èt/ 4 =Ïtär& óOà2ßtnr& br& @à2ù't zNóss9 ÏmÅzr& $\GøtB çnqßJçF÷dÌs3sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# Ò>#§qs? ×LìÏm§ ÇÊËÈ
11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah
sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang
ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan
merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri[1]dan
jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan
adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[2] dan
Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.
12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu
dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang.
Dalam ayat ini Allah menjelaskan adab-adab
(pekerti) yang harus berlaku diantara sesama mukmin, dan juga menjelaskan
beberapa fakta yang menambah kukuhnya persatuan umat Islam, yaitu: a. Menjauhkan
diri dari berburuk sangka kepada yang lain.
b. Menahan diri dari memata-matai keaiban orang
lain.
c. Menahan diri dari mencela dan menggunjing orang
lain.
Dan dalam ayat ini juga, Allah menerangkan
bahwa semua manusia dari satu keturunan, maka kita tidak selayaknya menghina
saudaranya sendiri. Dan Allah juga menjelaskan bahwa dengan Allah menjadikan
kita berbangsa-bangsa, bersuku-suku dan bergolong-golong tidak lain adalah agar
kita saling kenal dan saling menolong sesamanya. Karena ketaqwaan, kesalehan
dan kesempurnaan jiwa itulah bahan-bahan kelebihan seseorang atas yang lain.
يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ
اَمَنُوْالاَيَسْخَرْقَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ
Kita tidak boleh saling menghina diantara
sesamanya. Ayat ini akan dijadikan oleh Allah sebagai peringatan dan nasehat
agar kita bersopan santun dalam pergaulan hidup kaum yang beriman. Dengan hal
ini berarti Allah melarang kita untuk mengolok-olok dan menghina orang lain,
baik dengan cara membeberkan keaiban, dengan mengejek ataupun menghina dengan
ucapan / isyarat, karena hal ini dapat menimbulkan kesalah-pahaman diantara
kita.
عَسَى اَنْ
يَكُوْنُوْاخَيْرًامِنْهُمْ
Allah melarang kita menghina sesamanya karena
boleh jadi orang yang dihina itu lebih baik dan lebih mulia disisi Allah
kedudukannya dari pada yang menghina.
وَلاَنِسَاءُ مِنْ
نِسَاءِ عَسَى اَنْ يَكُنَّ خَيْرًامِنْهُنَّ
Orang yang kerjanya hanya mencari kesalahan dan
kekhilafan orang lain, niscaya lupa akan kesalahan dan kekhilafan yang ada pada
dirinya sendiri. Sebagaimana dalam sabda Nabi:
الكِبْرُ
بَطْرُالْحَقِّ وَغَمْصُ النَاسِ
“Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan
memandang rendah manusia”.
وَلاَتَلْمِزُوْااَنْفُسَكُمْ
Dalam penggalan ayat ini Allah melarang kita
mencela orang lain karena mencela orang lain sama saja mencela diri sendiri,
karena orang-orang mukmin itu bagaikan satu badan. firman Allah SWT yang
menerangkan tentang balasan bagi orang yang suka mencela orang lain yaitu:
وَيْلٌ لِكُلِّ
هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
“Neraka wailun hanya buat orang yang suka
mencedera orang dan mencela orang”. (al-Humazah: 1)
Adapun dari arti هُمَزَةٍ yaitu
mencedera, yakni memukul dengan tangan, sedangkan لُمَزَةٍ yaitu
mencela dengan mulut.[3]
وَلاَتَنَابَزُوْا
بِاْلاَلْقَابِ
Allah melarang kita memanggil orang lain dengan
gelaran-gelaran yang mengandung ejekan-ejekan, karena hal ini termasuk
menjelekkan seseorang dengan sesuatu yang telah diperbuatnya. Sedangkan orang
yang dihina itu telah bertaubat, tapi jika gelaran (panggilan) itu mengandung
pujian dan tepat pemakaiannya, maka itu tidak di benci sebagaimana gelar yang
diberikan kepada Umar, yaitu:Al-Faruq.
بِئْسَ الإِسْمُ
الْفُسُوْقَ بَعْدَاْلإِيْمَانِ
Allah melarang kita memanggil orang dengan kata
“fasik” setelah ia sebulan masuk Islam atau beriman.
Para ulama’ mengharamkan kita memanggil
seseorang dengan sebutan yang tidak di sukai.
وَمَنْ لَمْ يَتُبْ
فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ
Ayat ini di turunkan mengenai “Shafiyah binti
Hisyam Ibn Akhtab”, Beliau datang mengadu kepada Rasul bahwa isteri Rasul yang
lain mengatakan kepadanya. Hai orang Yahudi, hai anak dari orang Yahudi,
mendengar itu, Rasul berkata: mengapa kamu tidak menjawab: ayahku Harun,
pamanku Musa, sedangkan suamiku Muhammad. Dalam ayat ini diterangkan bahwa
orang yang sudah mengolok-olok bahkan menghina orang lain tapi tidak bertaubat,
maka mereka termasuk orang dholim.
يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ
اَمَنُوْااجْتَنِبُوْاكَثِيْرًامِنَ الظَّنِّ
Dalam ayat ini Allah melarang bahkan
mengharamkan kita berprasangka buruk atau berfikiran negatif terhadap orang
yang secara lahiriyah tampak baik dan memegang amanat, atau kita tidak boleh
menfitnah seseorang, karena menfitnah itu bukan saja menyakiti seseorang dari
lahirnya saja tapi juga menyakiti bathinnya.
اِنَّ بَعْضَ
الظَّنِّ اِثْمُ
Allah melarang kita berburuk sangka terhadap
orang lain karena sebagian dari buruk sangka itu dosa.
Prasangka adalah dosa, karena prasangka adalah
tuduhan yang tidak beralasan dan bisa memutuskan silaturahmi di antara dua
orang yang baik.
وَلاَتَجَسَّسُوْ
Allah melarang kita mencari-cari keaiban dan
menyelidiki rahasia seseorang, tapi jika kita memata-matai seseorang atau musuh
agar tidak terjadi kejahatan, maka itu di perbolehkan.
وَلاَيُغَيِّبْ
بَعْضُكُمْ بَعْضًا
Allah melarang mencela orang di belakangnya
atau menggunjing tentang sesuatu yang tidak di sukainya.
Menurut para ulama’, mencela yang dibenarkan
adalah jika bertujuan untuk :
a. Untuk mencari keadilan,
b. Untuk menghilangkan kemungkaran,
c. Untuk meminta fatwa atau mencari kebenaran,
d. Untuk mencegah manusia berbuat salah,
e. Untuk membeberkan orang yang tidak malu-malu
melakukan kemaksiatan.
اَيُحِبُّ
اَحَدُكُمْ اَنْ يَاءْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًافَكَرِهْتُمُوْهُ
Allah melarang kita membicarakan keburukan
seseorang, karena hal itu sama halnya dengan makan bangkai saudaranya yang
busuk. Allah melarang hal ini karena perbuatan ini merupakan penghancuran
pribadi terhadap saudara yang di cela itu.
وَاتَّقُواللهَ
اِنَّ الهَ تَوَّابٌ
Dalam ayat ini Allah menyuruh kita bertaubat
dari kesalahan yang telah kita perbuat dengan di sertai penyesalan dan
bertaubat (taubat an-nasukha). Dalam ayat ini Allah juga
memberitahukan bahwasanya Allah senantiasa membuka pintu kasih sayangnya,
membuka pintu selebar-lebarnya dan menerima kedatangan para hambanya yang ingin
bertaubat supaya menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
2. Surat Ar Ra’d Ayat 11
¼çms9 ×M»t7Ée)yèãB .`ÏiB Èû÷üt/ Ïm÷yt ô`ÏBur ¾ÏmÏÿù=yz ¼çmtRqÝàxÿøts ô`ÏB ÌøBr& «!$# 3 cÎ) ©!$# w çÉitóã $tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçÉitóã $tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 !#sÎ)ur y#ur& ª!$# 5Qöqs)Î/ #[äþqß xsù ¨ttB ¼çms9 4 $tBur Oßgs9 `ÏiB ¾ÏmÏRrß `ÏB @A#ur ÇÊÊÈ
11. bagi manusia ada malaikat-malaikat yang
selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya
atas perintah Allah.[4] Sesungguhnya
Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan [5]yang
ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia.
Ayat ini menerangkan tentang kedhaliman
manusia. Dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa kebangkitan dan keruntuhan suatu
bangsa tergantung pada sikap dan tingkah laku mereka sendiri. Kedzaliman dalam
ayat ini sebagai tanda rusaknya kemakmuran suatu bangsa.
لَهُ مُعَقِبَاتِ
مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْقِهِ يَحْفَظُوْ نَهُ مِنْ اَمْرِاللهِ
Pada tiap manusia baik yang bersembunyi ataupun
yang nampak ada malaikat yang terus menerus bergantian memelihara dari
kemudharatan dan memperhatikan gerak gerik setiap manusia, sebagaimana
berganti-ganti pula malaikat yang lain yang mencatat segala amalannya, baik
maupun buruk. Ada malaikat malam dan ada malaikat siang, satu berada disebelah
kiri yang mencatat segala amal kejahatan dan satu disebelah kanan yang mencatat
segala amal kebajikan, dan dua malaikat bertugas memelihara dan mengawasi
manusia. Adapun malaikat yang dimaksud dalam ayat ini adalah malaikat Hafadzah.[6]
إِنَّ اللهََ
لاَيُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى لاَيُغَيِّرُمَا بِأَنْفُسِهِمْ
Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada
suatu kaum berupa nikmat dan kesehatan, lalu mencabutnya dari mereka sehingga
mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Allah juga menyuruh kita
(umat-Nya) untuk mengubah suatu kedzaliman karena jika kita tidak merubahnya,
maka Allah akan memperluas siksaannya, sedangkan Allah menciptakan manusia di
bumi ini untuk menjadi penguasa (khalifah) yang bertugas memakmurkan dan memanfaatkan
segala isinya dengan baik bukan untuk merusaknya.[7]
وَاِذَا
أَرَادَاللهُ بِقَوْمٍ سُوْءًا فَلاَ مُرَدَّالَهُ
Kita tidak patut dan tidak boleh meminta kepada
Allah agar keburukan segera didatangkan sebelum kebaikan atau siksaan sebelum
pahala, karena jika Allah telah menghendaki dan menimpakannya kepada mereka,
maka tidak ada seorangpun yang dapat menolak takdir-Nya.
وَمَالَهُمْ مِنْ دُوْنِهِ مِنْ وَّلٍ
Tidak ada penolong bagi manusia seorangpun yang
dapat mengendalikan urusan mereka, dan tidak ada seorangpun pula yang mampu
mendatangkan kemanfataan atau menolak madharat selain Allah SWT.
3. Surat Al Anfaal
Ayat 53
y7Ï9ºs cr'Î/ ©!$# öNs9 à7t #ZÉitóãB ºpyJ÷èÏoR $ygyJyè÷Rr& 4n?tã BQöqs% 4Ó®Lym (#rçÉitóã $tB öNÍkŦàÿRr'Î/ cr&ur ©!$# ììÏJy ÒOÎ=tæ ÇÎÌÈ
53. (siksaan) yang demikian itu adalah karena
Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan meubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya
kepada suatu kaum, hingga kaum itu meubah apa-apa yang ada pada diri mereka
sendiri,[8] dan
Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.[9]
Dalam tafsir al-Mishbah Surat Al anfal ayat 53
Apa yang dialami oleh orang-orang kafir itu
penyebabnya dijelaskan oleh ayat ini. Demikian kesimpulan hubungan yang
dikemukakan oleh sekian pakar. Al-Biqo’i yang dikenal sebagai mufassir yang
memberi perhatian yang sangat besar tentang hubungan antar ayat dan surah Al
Quran, menghubungkan ayat ini dengan ayat yang lalu, melalui suatu pertanyaan
yang dilukiskan muncul akibat uraian ayat-ayat yang lalu. Yaitu kalau memang
Allah mengetahui bahwa mereka pasti berdosa maka mengapa Allah tidak segera
saja mereka?, mengapa Allah memberi mereka peluang untuk mengganggu orang-orang
yang dekat kepadanya?
Nah, ayat ini menurut Al Biqa’i menjawab
pertanyaan itu yakni bahwa yang demikian yakni siksaan baik menyangkut waktu,
kadar maupun jenisnya ditetapkan Allah berdasarkan perbuatan mereka mengubah
diri mereka. Sebenarnya Allah dapat menyiksa mereka berdasar pengetahuannya
tentang isi hati mereka. Yakni sebelum mereka melahirkannya dalam bentuk
perbuatan yang nyata, tetapi Allah tidak melakukan itu karena sunnah dan
ketetapannya.
Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan
mengubah suatu nikmat sedikit atau besar yang telah dianugerahnya kepada suatu
kaum, tidak juga sebaliknya mengubah kesengsaraan yang dialami oleh suatu kaum
menjadi kebahagiaan hingga kaum itu sendiri terlebih dahulu mengubah apa yang
ada pada diri mereka sendiri, yakni untuk memperoleh nikmat tambahan mereka
harus lebih baik, sedangkan perolehan siksaan adalah akibat mengubah fitrah
kesucian mereka menjadi keburukan dan kedurhakaan dan sesungguhnya Allah Maha
mendengar apapun yang disuarakan mahkluk lagi maha mengetahui apapun sikap dan
tingkah laku mereka.
3. Surat Al-Baqarah Ayat 139
ö@è% $oYtRq_!$ysè?r& Îû «!$# uqèdur $uZ/u öNà6/uur !$oYs9ur $oYè=»yJôãr& öNä3s9ur öNä3è=»yJôãr& ß`øtwUur ¼çms9 tbqÝÁÎ=øèC ÇÊÌÒÈ
139. Katakanlah: "Apakah kamu
memperdebatkan dengan Kami tentang Allah, Padahal Dia adalah Tuhan Kami dan
Tuhan kamu; bagi Kami amalan Kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya
kepada-Nya Kami mengikhlaskan hati,
1). Defenisi Tuhan dalam al-Qur’an sangat jelas, sejelas apa
yang difahami oleh akal dan ditulis di dalam Kitab-Kitab Suci samawi
sebelumnya. Maka siapa saja yang melakukan perenungan yang mendalam tentang
hakikat Tuhan niscaya akan sampai kepada kesimpulan yang sama. Tuhan adalah
puncak kesempurnaan segala kebaikan. Pilihlah salah satu kebaikan atau sifat
positif apa saja, pasti juga ada pada Tuhan, dalam bentuknya yang sempurna. Dan
kalau semua kebaikan-kebaikan atau sifat-sifat positif itu berkumpul di dalam
DIRI Tuhan, maka semuanya akan menyatu tak terpisahkan—seperti berkas-berkas
sinar yang kembali ke sumber cahayanya—lalu membentuk satu terma yang
melingkupi semuanya. Dalam Bahasa Arab—dan juga masih digunakan di dalam Agama
Nashrani—terma itu bernama: ALLAH (artinya: Yang pantas disembah). Dengan
demikian, secara definisi, Tuhan tidak perlu diperdebatkan. Pernyataan Allah di
ayat ini sangat kuat: وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ (wa ɦuwa rabbunā wa rabbu kum, dan
Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kalian).
Perhatikanlah betapa Allah sendiri sama sekali tidak bermaksud mengeluarkan
hamba-hamba-Nya dari wilayah ke-Tuhanan-Nya. Sehingga, betapapun seseorang
menentang eksistensi-Nya, namun dia sungguh tidak akan bisa mengeluarkan
dirinya dari wilayah ke-Tuhanan-Nya. Simaklah dialog Nabi Musa dan Fir’aun di
ayat-ayat berikut ini. “Fir’aun bertanya: ‘Siapa Tuhan semesta alam itu?’
Musa menjawab: ‘Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara
keduanya; (itulah Tuhanmu), jika kalian meyakini-Nya’. Berkata Fir’aun kepada
orang-orang sekelilingnya: ‘Apakah kalian tidak mendengarkan?’ Musa berkata (lagi):
‘Tuhan kalian dan Tuhan nenek-nenek moyang kalian yang dahulu’. Fir’aun
berkata: ‘Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kalian benar-benar orang gila’.
Musa meneruskan: ‘Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di
antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kalian mempergunakan akal’.”
(26:23-28)
2). Kendati tak seorang pun yang kuasa mengeluarkan dirinya
dari wilayah ke-Tuhanan-Nya, namun bukan berarti Tuhan membelenggu mereka di
dalam satu pilihan. Allah memberi manusia pilihan-pilihan. Dan setiap orang
diberi kebebasan untuk menganut pilihannya masing-masing, dengan catatan, juga
masing-masing bertanggungjawab atas pilihan tersebut. Maka beramallah menurut
keyakinan masing-masing. Saling menghormatilah di dalam pengamalan tersebut
sebagaimana Allah sendiri menghormatinya. Toh setiap orang bertanggungjawab
kelak di hadapan-Nya atas amalan-amalan tersebut. Prinsip ini bukan hanya
berlaku di dalam lintas agama, tetapi juga di antara sekte-sekte atau
mazhab-mazhab di dalam satu agama yang sama. Di sinilah al-Qur’an
memperlihatkan nilai kemuliannya. Betapa tidak, di ayat sebelumnya (138), Allah
menekankan bahwa hanya ada satu صِبْغَةَ (shibghah)
yang benar, yaitu صِبْغَةَ اللّهِ (shibghah Allah), karena hanya inilah yang
sejalan dengan فِطْرَة (fithrah) manusia. Tetapi di ayat ini (139),
Allah menekankan bahwa kendati hanya ada satu صِبْغَةَ (shibghah)
yang benar, namun tetaplah manusia diperintah untuk saling menghargai. Terhadap
perbedaan keyakinan, Allah menyuruh kita mengatakan: لَنَا أَعْمَالُنَا
وَلَكُمْ
أَعْمَالُكُمْ(lanā
a’māluna wa lakum a’mālukum, bagi kami amalan kami, bagi kalian
amalan kalian). Luar biasa. Kalau semua pihak—paling tidak di internal umat
Islam sendiri—menghayati ayat ini dengan sebaik-baiknya, yakinlah hidup ini menjadi
harmonis, seharmonis kemajemukan bunga-bunga di dalam taman yang indah. “Maka
karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana
diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan
katakanlah: ‘Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku
diperintahkan supaya berlaku adil di antara kalian. Allah-lah Tuhan kami dan
Tuhan kalian. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kalian amal-amal kalian. Tidak
ada pertengkaran antara kami dan kalian, Allah mengumpulkan antara kita dan
kepada-Nyalah (kita akan) kembali’.” (42:15)
3). Itulah prinsip toleransi yang benar. Toleransi yang
sehat bukanlah berangkat dari kepercayaan bahwa semua agama dan keyakinan yang
berbeda itu sama dan semuanya benar. Sebaliknya, toleransi yang rasional adalah
yang bertolak dari kepercayaan bahwa hanya ada satu yang benar, yaitu yang kita
yakini. Kemudian bersungguh-sungguh menghormati keyakinan orang atau pihak
lain. Dalam pengertian, memberi ruang yang seluas-luasnya kepada orang atau pihak
tersebut untuk mengelaborasi dan mengejawantahkan keyakinannya. Dengan cara
begini kita bukan berarti membenarkan keyakinannya, tapi
mengakui dan menjunjung tinggi hak mereka untuk berkeyakinan
seperti itu—walaupun menurut kita salah. Toleransi macam ini menumbuhkan
kepercayaan diri yang tinggi dan menghilangkan anomali-anomali. Toleransi macam
inilah yang akan menumbuhsuburkan argumentasi-argumentasi, dan bukan
agitasi-agitasi. Toleransi harus mendorong semangat manusia untuk terus mencari
kebenaran, karena semangat pencarian kebenaran itulah yang membuat manusia
mengembangkan kebudayaan dan peradabannya dari waktu ke waktu. Toleransi
bukanlah permisifme relijius, tapi toleransi adalah dinamisme sosial. “Katakanlah:
‘Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah. Dan
kalian (pun) bukanlah penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian tidak pernah (pula)
menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku’.”
(109:1-6)
4). Setelah berbicara tentang adanya kebenaran tunggal yang
disebut صِبْغَةَ اللّهِ (shibghah Allah), ayat 138 ditutup dengan
pernyataan: وَنَحْنُ لَهُ عَابِدونَ (wa nahnu laɦu ‘ābidŭn, dan hanya
kepada-Nya-lah kami menyembah). Kemudian setelah
berbicara mengenai Allah sebagai Tuhan bersama dan Pusat pertanggungjawaban
amal menurut keyakinan masing-masing, ayat 139 ini ditutup dengan pernyataan: وَنَحْنُ
لَهُ مُخْلِصُونَ
(wa nahnu laɦu mukhlishŭn, dan kami ikhlas
kepada-Nya). Allah seakan hendak mengesankan
bahwa Tuhan itu bukan sebagai ornamen peribadatan belaka. Tuhan bukan hanya
salah satu variabel dalam beragama. Tuhan tak cukup ditempatkan di puncak
menara-menara untuk kemudian kita seru-seru. Tapi Tuhan harus dituju dalam
peribadatan dan keberagamaan itu. Dituju dalam pengertian “sebagai sasaran
gerak: gerak intelektual, gerak spiritual, dan gerak sosial”. Jika ketiga gerak
ini (intelektual, spiritual, sosial) mencapai Dia, maka ketiganya pun menyatu
dan melebur ke dalam Diri-Nya, sehingga yang ada hanya Dia. Makanya, seluruh
tujuan-tujuan sekunder (apalagi tujuan semu) itu harus disingkirkan. IKHLASH. “Katakanlah:
‘Tuhanku menyuruh menegakkan keadilan’. Dan (katakan pula): ‘Luruskanlah wajah
(jiwa) kalian di setiap shalat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan agamamu
kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kalian pada permulaan (demikian
pulalah) kalian akan kembali kepadaNya’.” (7:29)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah kami paparkan uraian makalah diatas,
maka dapat kami simpulkan bahwa di dalam alqur’an sudah sangat jelas memberikan
gambaran kepada kita bahwa pendidikan dapat merubah kehidupan sosial
masyarakat, pendidikan tersebut harus berawal dari diri manusia itu sendiri
(Surat Al-Anfaal ayat 53).
Perubahan sosial bisa terjadi jika masyarakat
itu terdidik. Melalui pendidikan manusia dapat belajar menjalani kehidupan
dengan benar dan baik. Melalui pendidikan manusia dapat membentuk
kepribadiannya. Islam menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dalam
kehidupan umat manusia. Banyak ayat Al-Qur’an yang mengharuskan umat Islam
untuk mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Secara teoritis, Ilmu
pengetahuan yang dimiliki manusia tidak mungkin dimilikinya tanpa melalui
proses pendidikan.
Dengan pendidikan manusia dapat menata
kehidupan secara pribadi, maupun sosialnya. Seperti yang digambarkan Allah
dalam surat Muhammad ayat 38 menerangkan bahwa kita disuruh untuk
menafkahkan hartanya dijalan Allah. Bagi orang yang awwam dan tak
berpendidikan agama maka akan berpendapat bahwa untuk apa kita harus memberikan
sebagian harta kita untuk orang lain, yang harta tersebut adalah hasil dari
usaha kita sendiri. Namun ini sangat berbeda ketika orang tersebut
berpendidikan, pasti ada sisi sifat afektif terhadap sesama yang muncul pada
dirinya,yaitu sifat kasih sayang dan mau berbagi sesama. Dan ketika itu terjadi
dalam masyarakat, dapat kita bayangkan bagaimana kehidupan di masyarakat itu,
apakah masyarakat itu tidak akan berubah baik secara culture maupun secara
kebiasaan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
B. Saran
Manusia adalah homo socialis yang
dalam kehidupannya mutlak membutuhkan peran dari manusia lainnya. Dalam
kehidupan bermasyarakat, agama Islam telah mengaturnya dengan sebaik mungkin. Oleh
karena itu, kita selaku umt Islam, harus benar-benar mengaplikasikan
ajaran-ajaran dari Al-Qur’an, khususnya mengenai kehidupan bermasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Al- Maraghi, Ahmad Mustofa. Terjemah
tafsir al-Maraghi, juz XIII. Semarang:Toha Putra. 1988.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Tafsir
al-Qur’anul Majid an-Nur 5 (surat 42-114). Semarang: PT
Pustaka Rizki Putra. 2000.
Prof. H. Abdul Malik Abdul Karim Amrullah
(HAMKA), Tafsir al-Ashhar, Surabaya:Yayasan Nurul
Islam.1982.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al Mishbah.
Jakarta: Lentera Hati: 2002.
Terjemahan dari Al Quran Word
- See more at: http://langitjinggadipelupukmatarumahmakalah.blogspot.com/2014/01/makalah-tafsir-ayat-ayat-tentang.html#sthash.NgtdnOVw.dpuf
AYAT-AYAT TENTANG
MASYARAKAT
Al-HUJURAT
(kamar-kamar)
Ayat 11-12 (larangan memperolok-olok, banyak prasangka dll)
يأ يهاالذين امنوالايسخر قوم من قوم عسى أن يكونواخيرامنهم ولانساءمن نساء عسى أن يكن خيرامنهن ولاتلمزوا أنفسكم ولاتنا بزوا با لألقاب بئسى الاسم الفسوق بعدالايمان ومن لم يتب فأولئك هم الظلمون.
يأ يهاالذينءامنواجتنبوا كثيرامن الظن إن بعضى الظن إثم ولاتجسسوا ولايغتب بعضكم بعضا أيحب أحدكم أن يأ كل لحم أخيه ميتا فكرهتموه واتقوا الله إن الله تواب رحيم.
Artinya :
11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum memperolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang memperolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman. Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Ayat 13 (Manusia diciptakan berbagai bangsa untuk kenal-mengenal)
يأ يها الناس إناخلقنكم من ذكروأنثى وجعلنكم شعوباوقبائل لتعارفوا إن أكرمكم عند الله أتقكم إن الله عليهم خبير.
Artinya :
13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha mengenal.
Penafsiran Kata-kata Sulit ayat 11 :
السخر ية : mengolok-olok, menyebut-nyebut aib dan kekurangan-kekurangan orang lain dengan cara yang menimbulkan tawa.
القوم : Telah umum diartikan orang-orang lelaki, bukan orang-orang perempuan, sebagaimana pada ayat ini juga, sebagaimana dikatakan oleh Zuhair :
وما ادرىوسوف اخال ادرى :
اقوم ال حصن ام نساء
“Aku tidak tahu, tetapi nanti aku pasti tahu juga. Apakah laki-laki keluaga Hishn itu atau perempuan”.
ولاتلمز وا انفسكم : Janganlah kamu mencela dirimu sendiri. Maksudnya jangan sebagian kamu mencela sebagian yang lain dengan perkataan atau isyarat tangan, mata atau semisalnya. Karena orang-orang mukmin adalah seperti satu jiwa. Maka apabila seorang mukmin mencela orang mukmin lainnya, maka seolah-olah mencela dirinya sendiri.
التنا بز: Saling mengejek dan panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang tidak disukai oleh seseorang.
الاسم : Nama dan kemasyhuran. Seperti orang mengatakan “tara ismuhu baina nasi bil karami wal lu’mi”, namanya terkenal dikalangan orang banyak baik karena kedermawannya atau kejelekkannya.
Pengertian Secara Umum
Setelah Allah SWT. menyebutkan apa yang patut dilakukan oleh seorang mukmin terhadap Allah Ta’ala maupun terhadap Nabi SAW dan terhadap orang yang tidak mematuhi Allah dan Nabi-Nya serta bermaksiat kepada-Nya, yaitu orang fasik, maka Allah menerangkan pula apa yang patut dilakukan oleh seorang mukmin terhadap orang mukmin lainnya. Allah menyebutkan bahwa tidak sepatutnya seorang mukmin mengolok-olok orang mukmin lainnya atau mengejeknya dengan celaan atau pun hinaan, dan tidak patut pula memberinya gelar yang menyakitkan hati. Alangkah buruknya perbuatan seperti itu.
Dan barang siapa yang tidak bertaubat setelah ia melakukan perbuatan seperti itu, maka berarti ia berbuat buruk terhadap dirinya sendiri dan melakukan dosa besar.
Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan, bahwa ada seorang laki-laki yang mempunyai dua atau tiga nama. Dia dipanggil dengan nama tertentu agar orang itu tidak senang dengan panggilan itu.
(HR. Dalam Kitab Sunan Empat dari Abi Jubair Ibnu Dhahak. Menurut Imam Tirmidzi, hadis ini hasan).
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa nama-nama gelaran zaman jahiliyah sangat banyak, ketika Nabi SAW memanggil seseorang dengan gelarnya, ada orang yang memberitahukan kepada Nabi bahwa gelar itu tidak disukainya. Maka turunlah ayat 11 ini yang melarang memanggil orang dengan gelar yang tidak disukainya.
(HR. Al-Hakim dan lainnya dari Abi Jubair Ibnu Dhahak)
Penafsiran Kata-kata Sulit Ayat 12:
اجتنبوا : Jauhilah oleh kalian. Ijtanibu aslinya Ijtanabtuhu berarti, saya berada ditepi dari sesuatu itu. Kemudian digunakan secara luas untuk arti menjauhi yang lazim dilakukan terhadap sesuatu itu.
الاثم : dosa
التجسسى : memata-matai. Yaitu mencari keburukkan-keburukkan dan cacat-cacat serta membuka-buka hal yang ditutupi oleh orang.
الغيبة : menyebut-nyebut seseorang tentang hal-hal yang tidak ia sukai, tidak sepengetahuan dia.
Pengertian Secara Umum
Allah SWT. mendidik hamba-hambaNya yang mukmin dengan kesopanan-kesopanan, yang jika mereka berpegang teguh, maka akan langgenglah rasa cinta dan persatuan sesame mereka. Diantaranya adalah kesopanan yang tersebut sebelum ayat ini, dan diantaranya lagi yang Allah sebutkan disini, yaitu perkara-perkara besar yang menambah semakin kuatnya hubungan dalam masyarakat Islam, yaitu :
1. Menghindari purbasangka yang buruk terhadap sesama mnusia dan menuduh mereka berkhianat pada apapun yang mereka ucapkan dan yang mereka lakukan. Karena sebagian dari purbasangka dan tuduhan tersebut kadang-kadang merupakan dosa semata-mata.
2. Jangan mencari-cari keburukkan dan aib orang lain.
3. Jangan sebagian mereka menyebut sebagian yang lain dengan hal-hal yang tidak mereka sukai tanpa sepengetahuan mereka. Syar’i telah mengumpamakan orang yang melakukan gibah (penggunjingan) sebagai orang yang memakan daging bangkai saudaranya karena kejinya perbuatan seperti itu.
Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Salman Al-Farisi. Apabila selesai makan, dia segera tidur dan mendengkur. Pada waktu itu ada yang mempergunjingkan perbuatannya itu. Maka turunlah ayat 12 ini, yang melarang seseorang mengumpat dan menceritakan aib orang lain.
(HR. Ibnu Muadzir dari Ibnu Juraij)
Penafsiran Kata-kata Sulit Ayat 13:
من ذ كروانثى : dari seseorang laki-laki dan seorang perempuan. Maksudnya dari Adam dan Hawa, Ishaq Al-Mushilli berkata :
الناسى فى عا لم التمثيل اكفاء
ابوهم ادم والام حواء
فان يكن لهم فى اصو لهم شرف
يفا خرون به فا لطين والماء
“Hai manusia di alam nyata ini adalah sama. Ayah mereka adalah Adam dan Ibunya adalah Hawa. Jika mereka mempunyai kemuliaan pada asal-usul mereka yang patut dibanggakan, maka tak lebih dari tanah dan air”.
الشعوب : jama’ah dari sya’ab, yaitu suku besar yang bernasab kepada suatu nenek moyang, seperti suku Rabi’ah dan Muhdar. Sedang kabilah adalah lebih kecil lagi, seperti kabilah Bakar yang merupakan bagian dari Rabi’ah, dan kabilah Tamim yang merupakn bagian dari Muhdar.
Pengertian Secara Umum
Setelah Allah SWT. melarang pada ayat-ayat yang lalu mengolok-olok sesama manusia mengejek serta menghina dan panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk, maka disini Allah menyebutkan ayat yang lebih menegaskan lagi larangan tersebut dan memeperkuat cegahan tersebut. Allah menerangkan bahwa manusia seluruhnya berasal dari seorang ayah dan seorang ibu. Maka kenapakah saling mengolok-olok sesama saudara hanya saja Allah Ta’ala menjadikan mereka bersuku-suku dan berkabilah-kabilah yang berbeda-beda, agar diantara mereka terjadi saling kenal dan tolong-menolong dalam kemaslahatan-kemaslahatan mereka yang bermacam-macam.
Namun tetap tidak ada kelebihan bagi seorang pun atas yang lain, kecuali yang dengan taqwa dan kesalehan, disamping kesempurnaan jiwa bukan dengan hal-hal yang bersifat keduniaan yang tiada abadi.
Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan, bahwa ketika peristiwa Futuh Mekkah, maka bilal naik keatas Ka’bah untuk mengumandangkan adzan. Melihat akan hal ini, maka ada beberapa orang yang berkata : “Apakah pantas budak hitam macam dia mengumandangkan adzan diatas Ka’bah?”. Maka berkatalah yang lainnya : “Sekiranya Allah membeci orang lain, pasti Allah akan menggantikannya”. Ayat :13 ini turun sebagai penegasan, bahwa didalam Islam tidak ada diskriminasi. Orang yang paling mulia adalah dia yang paling taqwa.
(HR. Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abi Mulaikah)
Dalam suatu riwayat dikemukakan, bahwa ayat 13 ini turun berkenaan dengan Abi Hindin yang oleh Rasulullah hendak dikawinkan dengan seorang wanita Bayadhah. Bani Bayadhah berkata : “Wahai Rasulullah pantaskah kalau kami mengawinkan puteri-puteri kami kepada budak-budak kami?”.
Ayat 13 ini turun sebagai penjelasan bahwa dalam Islam tidak ada perbedaan antara bekas budak dengan orang merdeka.
(HR. Ibnu Katsir dalam Kitab Muhammat (yang ditulis oleh Ibnu Basykual) dari Abu Bakar bin Abi Dawud dalam tafsirnya)
Ar Ra’d ayat 11
له معقبت من بين يد يه ومن خلفه يحفظونه من امر الله ان الله لايغيرما بقوم حتى يغيروا ما بانفسهم واذا ارادالله بقوم سوءا فلا مروله وما لهم من دونه من وال.
Artinya :
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran dimuka dan dibelakangnya. Mereka menjaganya atas nama Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain dia”.
Keterangan :
Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa malikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula malaikat yang mencatat amal-amalnya dan yang dikehendaki dalam ayat ini adalah malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut malaikat hafadzah.
Tuhan tidak akan merubah keadaan mereka, selama mereka tidak merubah sebab-sebab kemunduran mereka.
Penafsiran Kata-kata Sulit
Manusia dikelilingi 4 malaikat
له معقبت من بين يد يه ومن خلفه
Manusia mempunyai para malaikat yang bergantian mengawasinya diwaktu malam dan siang hari, menjaga dari bahaya, dan mengawasi keadaannya, sebagaimana para malaikat lain bergantian mengawasi perbuatannya,apakah baik atau buruk. Dua malaikat masing-masing berada disamping kanan dan kiri, untuk malaikat yang berada disamping kanan mencatat amal (perbuatan baik) dan yang berada disamping kiri mencatat amal buruk. Dua malaikat lain menjaga dan memeliharanya satu dari belakang dan satu dari depan . Jadi dia diapit oleh empat malaikat diwaktu siang, dan empat malaikat diwaktu malam secara bergantian, dua malaikat penjaga dan dua malaikat pencatat amal.
Kezaliman, Pertanda Rusaknya Kemakmuran
يغيروا ما بانفسهم. ان الله لايغيرما بقوم حتى
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum, berupa nikmat dan kesehatan, lalu mencabutnya dari mereka sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, seperti kezaliman sebagian mereka terhadap sebagian yang lain, dan kejahatan yang menggerogoti tatanan masyarakat serta menghancurkan umat, seperti bibit penyakit menghancurkan individu.
Asbabun Nuzul
“Allah mengetahui segala sesuatu yang ada dihati makhluk-Nya. Bahkan apa yang masih didalam kandungan pun Dia mengetahui. Disamping itu, Allah berkuasa memberi siksa dan nikmat kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Jadi, Allah adalah yang mengatur seluruh urusan umat manusia dan makhluk lainnya.
Al-Baqarah : 129
ربناوابعث فيهم رسولا منهم يتلوا عليهم ايتك ويعلمهم الكتب والحكمة ويزكيهم انك انت العزيزالحكيم.
Artinya :
“Ya Tuhan kami, utusan untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Al-Hikmah (As Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Untuk menyempurnakan dakwahnya kepada penduduk tanah haram Ibrahim memohon kiranya Allah mengutus kepada mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri. Allah menetapkan permintaan tersebut dengan menentukan Muhammad SAW sebagai kaum yang ummi (yaitu bangsa Arab) dan bagi seluruh golongan jin dan manusia.
Penafsiran Kata-kata Sulit :
الكتب : Al-Qur’an
الحكمة : Rahasia-rahasia hukum agama dan maksud syariat agama . Ibnu Duraid mengatakan bahwa hikmah adalah setiap kalimat yang menasehatimu dan mengajakmu kepada kemuliaan/mencegah dirimu dari kejahatan.
يزكيهم :Membersihkan jiwa mereka dari kotoran syirik dan aneka ragam maksiat.
العزيز : Yang kuat dan menang.
الحكيم : Yang tidak pernah berbuat kecuali karena ada hikmah dan masalah.
ربناوابعث فيهم رسولا منه
ويعلمهم الكتب والحكم
Dan mengajarkan Al-Qur’an kepada mereka, disamping rahasia-rahasia syariat dan tujuan-tujuannya dengan pergaan amal dihadapan umat Islam, sehingga dapat dijadikan teladan bagi mereka, baik perbuatan maupun perkataan.
S. Al Anfal : 53
ذلك بان الله لم يك مغيرانعمة انعمها على قوم حتى يغيرواما بأنفسهم وان الله سميع عليم
Artinya :
”Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah suatu nikmat yang telah dianugrahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana”.
DAFTAR PUSTAKA
• Al Maragi Ahmad Mustofa, 1994. Tafsir Al Maraghi. Toha Putra. Semarang.
• Mahali A. Mudjab, 2002. Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al Qur’an. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Al-HUJURAT
(kamar-kamar)
Ayat 11-12 (larangan memperolok-olok, banyak prasangka dll)
يأ يهاالذين امنوالايسخر قوم من قوم عسى أن يكونواخيرامنهم ولانساءمن نساء عسى أن يكن خيرامنهن ولاتلمزوا أنفسكم ولاتنا بزوا با لألقاب بئسى الاسم الفسوق بعدالايمان ومن لم يتب فأولئك هم الظلمون.
يأ يهاالذينءامنواجتنبوا كثيرامن الظن إن بعضى الظن إثم ولاتجسسوا ولايغتب بعضكم بعضا أيحب أحدكم أن يأ كل لحم أخيه ميتا فكرهتموه واتقوا الله إن الله تواب رحيم.
Artinya :
11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum memperolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang memperolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman. Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Ayat 13 (Manusia diciptakan berbagai bangsa untuk kenal-mengenal)
يأ يها الناس إناخلقنكم من ذكروأنثى وجعلنكم شعوباوقبائل لتعارفوا إن أكرمكم عند الله أتقكم إن الله عليهم خبير.
Artinya :
13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha mengenal.
Penafsiran Kata-kata Sulit ayat 11 :
السخر ية : mengolok-olok, menyebut-nyebut aib dan kekurangan-kekurangan orang lain dengan cara yang menimbulkan tawa.
القوم : Telah umum diartikan orang-orang lelaki, bukan orang-orang perempuan, sebagaimana pada ayat ini juga, sebagaimana dikatakan oleh Zuhair :
وما ادرىوسوف اخال ادرى :
اقوم ال حصن ام نساء
“Aku tidak tahu, tetapi nanti aku pasti tahu juga. Apakah laki-laki keluaga Hishn itu atau perempuan”.
ولاتلمز وا انفسكم : Janganlah kamu mencela dirimu sendiri. Maksudnya jangan sebagian kamu mencela sebagian yang lain dengan perkataan atau isyarat tangan, mata atau semisalnya. Karena orang-orang mukmin adalah seperti satu jiwa. Maka apabila seorang mukmin mencela orang mukmin lainnya, maka seolah-olah mencela dirinya sendiri.
التنا بز: Saling mengejek dan panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang tidak disukai oleh seseorang.
الاسم : Nama dan kemasyhuran. Seperti orang mengatakan “tara ismuhu baina nasi bil karami wal lu’mi”, namanya terkenal dikalangan orang banyak baik karena kedermawannya atau kejelekkannya.
Pengertian Secara Umum
Setelah Allah SWT. menyebutkan apa yang patut dilakukan oleh seorang mukmin terhadap Allah Ta’ala maupun terhadap Nabi SAW dan terhadap orang yang tidak mematuhi Allah dan Nabi-Nya serta bermaksiat kepada-Nya, yaitu orang fasik, maka Allah menerangkan pula apa yang patut dilakukan oleh seorang mukmin terhadap orang mukmin lainnya. Allah menyebutkan bahwa tidak sepatutnya seorang mukmin mengolok-olok orang mukmin lainnya atau mengejeknya dengan celaan atau pun hinaan, dan tidak patut pula memberinya gelar yang menyakitkan hati. Alangkah buruknya perbuatan seperti itu.
Dan barang siapa yang tidak bertaubat setelah ia melakukan perbuatan seperti itu, maka berarti ia berbuat buruk terhadap dirinya sendiri dan melakukan dosa besar.
Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan, bahwa ada seorang laki-laki yang mempunyai dua atau tiga nama. Dia dipanggil dengan nama tertentu agar orang itu tidak senang dengan panggilan itu.
(HR. Dalam Kitab Sunan Empat dari Abi Jubair Ibnu Dhahak. Menurut Imam Tirmidzi, hadis ini hasan).
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa nama-nama gelaran zaman jahiliyah sangat banyak, ketika Nabi SAW memanggil seseorang dengan gelarnya, ada orang yang memberitahukan kepada Nabi bahwa gelar itu tidak disukainya. Maka turunlah ayat 11 ini yang melarang memanggil orang dengan gelar yang tidak disukainya.
(HR. Al-Hakim dan lainnya dari Abi Jubair Ibnu Dhahak)
Penafsiran Kata-kata Sulit Ayat 12:
اجتنبوا : Jauhilah oleh kalian. Ijtanibu aslinya Ijtanabtuhu berarti, saya berada ditepi dari sesuatu itu. Kemudian digunakan secara luas untuk arti menjauhi yang lazim dilakukan terhadap sesuatu itu.
الاثم : dosa
التجسسى : memata-matai. Yaitu mencari keburukkan-keburukkan dan cacat-cacat serta membuka-buka hal yang ditutupi oleh orang.
الغيبة : menyebut-nyebut seseorang tentang hal-hal yang tidak ia sukai, tidak sepengetahuan dia.
Pengertian Secara Umum
Allah SWT. mendidik hamba-hambaNya yang mukmin dengan kesopanan-kesopanan, yang jika mereka berpegang teguh, maka akan langgenglah rasa cinta dan persatuan sesame mereka. Diantaranya adalah kesopanan yang tersebut sebelum ayat ini, dan diantaranya lagi yang Allah sebutkan disini, yaitu perkara-perkara besar yang menambah semakin kuatnya hubungan dalam masyarakat Islam, yaitu :
1. Menghindari purbasangka yang buruk terhadap sesama mnusia dan menuduh mereka berkhianat pada apapun yang mereka ucapkan dan yang mereka lakukan. Karena sebagian dari purbasangka dan tuduhan tersebut kadang-kadang merupakan dosa semata-mata.
2. Jangan mencari-cari keburukkan dan aib orang lain.
3. Jangan sebagian mereka menyebut sebagian yang lain dengan hal-hal yang tidak mereka sukai tanpa sepengetahuan mereka. Syar’i telah mengumpamakan orang yang melakukan gibah (penggunjingan) sebagai orang yang memakan daging bangkai saudaranya karena kejinya perbuatan seperti itu.
Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Salman Al-Farisi. Apabila selesai makan, dia segera tidur dan mendengkur. Pada waktu itu ada yang mempergunjingkan perbuatannya itu. Maka turunlah ayat 12 ini, yang melarang seseorang mengumpat dan menceritakan aib orang lain.
(HR. Ibnu Muadzir dari Ibnu Juraij)
Penafsiran Kata-kata Sulit Ayat 13:
من ذ كروانثى : dari seseorang laki-laki dan seorang perempuan. Maksudnya dari Adam dan Hawa, Ishaq Al-Mushilli berkata :
الناسى فى عا لم التمثيل اكفاء
ابوهم ادم والام حواء
فان يكن لهم فى اصو لهم شرف
يفا خرون به فا لطين والماء
“Hai manusia di alam nyata ini adalah sama. Ayah mereka adalah Adam dan Ibunya adalah Hawa. Jika mereka mempunyai kemuliaan pada asal-usul mereka yang patut dibanggakan, maka tak lebih dari tanah dan air”.
الشعوب : jama’ah dari sya’ab, yaitu suku besar yang bernasab kepada suatu nenek moyang, seperti suku Rabi’ah dan Muhdar. Sedang kabilah adalah lebih kecil lagi, seperti kabilah Bakar yang merupakan bagian dari Rabi’ah, dan kabilah Tamim yang merupakn bagian dari Muhdar.
Pengertian Secara Umum
Setelah Allah SWT. melarang pada ayat-ayat yang lalu mengolok-olok sesama manusia mengejek serta menghina dan panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk, maka disini Allah menyebutkan ayat yang lebih menegaskan lagi larangan tersebut dan memeperkuat cegahan tersebut. Allah menerangkan bahwa manusia seluruhnya berasal dari seorang ayah dan seorang ibu. Maka kenapakah saling mengolok-olok sesama saudara hanya saja Allah Ta’ala menjadikan mereka bersuku-suku dan berkabilah-kabilah yang berbeda-beda, agar diantara mereka terjadi saling kenal dan tolong-menolong dalam kemaslahatan-kemaslahatan mereka yang bermacam-macam.
Namun tetap tidak ada kelebihan bagi seorang pun atas yang lain, kecuali yang dengan taqwa dan kesalehan, disamping kesempurnaan jiwa bukan dengan hal-hal yang bersifat keduniaan yang tiada abadi.
Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan, bahwa ketika peristiwa Futuh Mekkah, maka bilal naik keatas Ka’bah untuk mengumandangkan adzan. Melihat akan hal ini, maka ada beberapa orang yang berkata : “Apakah pantas budak hitam macam dia mengumandangkan adzan diatas Ka’bah?”. Maka berkatalah yang lainnya : “Sekiranya Allah membeci orang lain, pasti Allah akan menggantikannya”. Ayat :13 ini turun sebagai penegasan, bahwa didalam Islam tidak ada diskriminasi. Orang yang paling mulia adalah dia yang paling taqwa.
(HR. Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abi Mulaikah)
Dalam suatu riwayat dikemukakan, bahwa ayat 13 ini turun berkenaan dengan Abi Hindin yang oleh Rasulullah hendak dikawinkan dengan seorang wanita Bayadhah. Bani Bayadhah berkata : “Wahai Rasulullah pantaskah kalau kami mengawinkan puteri-puteri kami kepada budak-budak kami?”.
Ayat 13 ini turun sebagai penjelasan bahwa dalam Islam tidak ada perbedaan antara bekas budak dengan orang merdeka.
(HR. Ibnu Katsir dalam Kitab Muhammat (yang ditulis oleh Ibnu Basykual) dari Abu Bakar bin Abi Dawud dalam tafsirnya)
Ar Ra’d ayat 11
له معقبت من بين يد يه ومن خلفه يحفظونه من امر الله ان الله لايغيرما بقوم حتى يغيروا ما بانفسهم واذا ارادالله بقوم سوءا فلا مروله وما لهم من دونه من وال.
Artinya :
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran dimuka dan dibelakangnya. Mereka menjaganya atas nama Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain dia”.
Keterangan :
Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa malikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula malaikat yang mencatat amal-amalnya dan yang dikehendaki dalam ayat ini adalah malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut malaikat hafadzah.
Tuhan tidak akan merubah keadaan mereka, selama mereka tidak merubah sebab-sebab kemunduran mereka.
Penafsiran Kata-kata Sulit
Manusia dikelilingi 4 malaikat
له معقبت من بين يد يه ومن خلفه
Manusia mempunyai para malaikat yang bergantian mengawasinya diwaktu malam dan siang hari, menjaga dari bahaya, dan mengawasi keadaannya, sebagaimana para malaikat lain bergantian mengawasi perbuatannya,apakah baik atau buruk. Dua malaikat masing-masing berada disamping kanan dan kiri, untuk malaikat yang berada disamping kanan mencatat amal (perbuatan baik) dan yang berada disamping kiri mencatat amal buruk. Dua malaikat lain menjaga dan memeliharanya satu dari belakang dan satu dari depan . Jadi dia diapit oleh empat malaikat diwaktu siang, dan empat malaikat diwaktu malam secara bergantian, dua malaikat penjaga dan dua malaikat pencatat amal.
Kezaliman, Pertanda Rusaknya Kemakmuran
يغيروا ما بانفسهم. ان الله لايغيرما بقوم حتى
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum, berupa nikmat dan kesehatan, lalu mencabutnya dari mereka sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, seperti kezaliman sebagian mereka terhadap sebagian yang lain, dan kejahatan yang menggerogoti tatanan masyarakat serta menghancurkan umat, seperti bibit penyakit menghancurkan individu.
Asbabun Nuzul
“Allah mengetahui segala sesuatu yang ada dihati makhluk-Nya. Bahkan apa yang masih didalam kandungan pun Dia mengetahui. Disamping itu, Allah berkuasa memberi siksa dan nikmat kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Jadi, Allah adalah yang mengatur seluruh urusan umat manusia dan makhluk lainnya.
Al-Baqarah : 129
ربناوابعث فيهم رسولا منهم يتلوا عليهم ايتك ويعلمهم الكتب والحكمة ويزكيهم انك انت العزيزالحكيم.
Artinya :
“Ya Tuhan kami, utusan untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Al-Hikmah (As Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Untuk menyempurnakan dakwahnya kepada penduduk tanah haram Ibrahim memohon kiranya Allah mengutus kepada mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri. Allah menetapkan permintaan tersebut dengan menentukan Muhammad SAW sebagai kaum yang ummi (yaitu bangsa Arab) dan bagi seluruh golongan jin dan manusia.
Penafsiran Kata-kata Sulit :
الكتب : Al-Qur’an
الحكمة : Rahasia-rahasia hukum agama dan maksud syariat agama . Ibnu Duraid mengatakan bahwa hikmah adalah setiap kalimat yang menasehatimu dan mengajakmu kepada kemuliaan/mencegah dirimu dari kejahatan.
يزكيهم :Membersihkan jiwa mereka dari kotoran syirik dan aneka ragam maksiat.
العزيز : Yang kuat dan menang.
الحكيم : Yang tidak pernah berbuat kecuali karena ada hikmah dan masalah.
ربناوابعث فيهم رسولا منه
ويعلمهم الكتب والحكم
Dan mengajarkan Al-Qur’an kepada mereka, disamping rahasia-rahasia syariat dan tujuan-tujuannya dengan pergaan amal dihadapan umat Islam, sehingga dapat dijadikan teladan bagi mereka, baik perbuatan maupun perkataan.
S. Al Anfal : 53
ذلك بان الله لم يك مغيرانعمة انعمها على قوم حتى يغيرواما بأنفسهم وان الله سميع عليم
Artinya :
”Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah suatu nikmat yang telah dianugrahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana”.
DAFTAR PUSTAKA
• Al Maragi Ahmad Mustofa, 1994. Tafsir Al Maraghi. Toha Putra. Semarang.
• Mahali A. Mudjab, 2002. Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al Qur’an. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
BAB I
PENDAHULUAN
Islam
adalah agama samawi terakhir yang dirisalahkan melalui Rasulullah SAW. Karena
Islam sebagai agama terakhir dan juga sebagai penyempurna ajaran-ajaran
terdahulu, maka sangat bisa dipahami, jika Islam merupakan ajaran yang paling
komprohensif, Islam sangat rinci mengatur kehidupan umatnya, melalui kitab suci
al-Qur’an. Allah SWT memberikan petunjuk kepada umat manusia bagaimana menjadi
insan kamil atau pemeluk agama Islam yang kafah atau sempurna.
Secara
garis besar ajaran Islam bisa dikelompokkan dalam dua kategori yaitu Hablum
Minallah (hubungan
vertikal antara manusia dengan Tuhan) danHablum Minannas (hubungan
manusia dengan manusia). Allah menghendaki kedua hubungan tersebut seimbang
walaupun hablumminannas lebih
banyak di tekankan. Namun itu semua bukan berarti lebih mementingkan urusan
kemasyarakatan, namun hal itu tidak lain karena hablumminannas lebih
komplek dan lebih komprehensif. Oleh karena itu suatu anggapan yang salah jika
Islam dianggap sebagai agama transedental.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 11-13
a. Teks Ayat
يأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُواْ لاَ يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن يَكُونُواْ
خَيْراً مِّنْهُمْ وَلاَ نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَى أَن يَكُنَّ خَيْراً
مِّنْهُنَّ وَلاَ تَلْمِزُواْ أَنفُسَكُمْ وَلاَ تَنَابَزُواْ بِالاٌّلْقَـبِ
بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الايمَانِ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُوْلَـئِكَ
هُمُ الظَّـلِمُونَ () يأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُواْ اجْتَنِبُواْ كَثِيراً مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
وَلاَ تَجَسَّسُواْ وَلاَ يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضاً أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن
يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتاً فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُواْ اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ () يأَيُّهَا النَّاسُ
إِنَّا خَلَقْنَـكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَـكُمْ شُعُوباً وَقَبَآئِلَ
لِتَعَـرَفُواْ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عَندَ اللَّهِ أَتْقَـكُمْ إِنَّ اللَّهَ
عَلِيمٌ خَبِيرٌ.
b. Terjemah Mufrodat
- Ayat 11
قَوْمٌ
|
لاَ
يَسْخَرْ
|
ءَامَنُواْ
|
الَّذِينَ
|
يأَيُّهَا
|
Suatu
kaum
|
Janganlah
mengolok-olok
|
Mereka
beriman
|
Orang-orang
yang
|
wahai
|
مِّنْهُمْ
|
خَيْراً
|
أَن
يَكُونُواْ
|
عَسَى
|
مِّن
قَوْمٍ
|
dari
mereka (yang mengolok-olok)
|
Lebih
baik
|
Mereka
(yang diolok-olok)
|
(karena)
boleh jadi
|
Terhadap
kaum (laki-laki) yang lain
|
أَن
يَكُنَّ
|
عَسَى
|
مِّن
نِّسَآءٍ
|
نِسَآءٌ
|
وَلاَ
|
Mereka
(yang diolok-olok)
|
(karena)
boleh jadi
|
Terhadap
perempuan-perempuan yang lain
|
Paraperempuan
|
Dan
janganlah
|
أَنفُسَكُمْ
|
تَلْمِزُواْ
|
وَلاَ
|
مِّنْهُنَّ
|
خَيْراً
|
Antara
sesame kalian
|
Kalian
asling mencela
|
Dan
jangnalh
|
Dari
mereka (yang diolok-olok)
|
Lebih
baik
|
الاسْمُ
|
بِئْسَ
|
بِالاٌّلْقَـبِ
|
تَنَابَزُواْ
|
وَلاَ
|
Nama
itu
|
Seburuk-buruk
|
Dengan
julukan/gelar (yang buruk)
|
Kalian
saling memanggil
|
Dan
janganlah
|
لَّمْ
|
وَمَن
|
الايمَانِ
|
بَعْدَ
|
الْفُسُوقُ
|
tidak
|
Dan
siapa yang
|
keimanan
|
sesudah
|
(adalah)
kefasikan
|
الظَّـلِمُونَ
|
هُمُ
|
فَأُوْلَـئِكَ
|
يَتُبْ
|
|
Orang-orang
Dzalim.
|
mereka
adalah
|
Maka
mereka itu
|
Dia
bertaubat
|
- Ayat 12
كَثِيراً
|
اجْتَنِبُواْ
|
ءَامَنُواْ
|
الَّذِينَ
|
يأَيُّهَا
|
Banyak
|
Kalian
jauhilah
|
Mereka
beriman
|
Orang-orang
yang
|
wahai
|
وَلاَ
|
إِثْمٌ
|
الظَّنِّ
|
إِنَّ
بَعْضَ
|
مِّنَ
الظَّنِّ
|
Dan
janganlah
|
dosa
|
Prasangka
(itu adalah)
|
Sesuangguhnya
sebagian
|
Dari
prasangka
|
بَعْضاً
|
بَّعْضُكُم
|
يَغْتَب
|
وَلاَ
|
تَجَسَّسُواْ
|
(terhadap)
sebagian yang lain
|
Sebagian
dari kalian
|
menggunjing
|
Dan
janganlah
|
Kalian
memata-matai aib/kekurangan (orang lain)
|
أَخِيهِ
|
لَحْمَ
|
أَن
يَأْكُلَ
|
أَحَدُكُمْ
|
أَيُحِبُّ
|
Saudaranya
sendiri
|
daging
|
Untuk
memakan
|
Salaha
seorang diantara kalian
|
Apakah
suka
|
إِنَّ
|
اللَّهَ
|
وَاتَّقُوا
ْ
|
فَكَرِهْتُمُوهُ
|
مَيْتاً
|
sesungguhnya
|
(kepada)
Allah
|
dan
bertaqwalah kalian
|
Tentyu
kalian merasa benci/ jijik terhdapnya
|
(yang)mati/
bangkai
|
رَّحِيمٌ
|
تَوَّابٌ
|
اللَّهَ
|
||
Maha
Kekal kasih saying Nya
|
Maha
Penerima Taubat
|
Allah
|
- Ayat 13
مِّن
|
خَلَقْنَـكُم
|
إِنَّا
|
النَّاسُ
|
يأَيُّهَا
|
Dari
|
Kami
telah menciptakan kalian
|
Sungguh
kami
|
manusia
|
wahai
|
وَقَبَآئِلَ
|
شُعُوباً
|
وَجَعَلْنَـكُمْ
|
وَأُنْثَى
|
ذَكَرٍ
|
Dan
bersuku-suku
|
Berbangsa-bangsa
|
Dan
Kami menjadikan kalian
|
Dan
seorang perempuan (Hawa)
|
Seorang
laki-laki (Adam)
|
أَتْقَـكُمْ
|
عَندَ
اللَّهِ
|
أَكْرَمَكُمْ
|
إِنَّ
|
لِتَعَـرَفُواْ
|
(yang)
paling bertaqwa diantara kalian
|
Disisi
Allah
|
(yang)
paling mulia diantara kalan
|
sesungguhnya
|
Agar
kalian saling berkenalan
|
خَبِيرٌ
|
عَلِيمٌ
|
اللَّهَ
|
إِنَّ
|
|
Maha
Melihat
|
Maha
Mengetahui
|
Allah
|
sesungguhnya
|
c. Terjemah Ayat
11. Hai orang-orang yang
beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain,
boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan
itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[1409] dan jangan
memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk sesudah iman[1410] dan
barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
12. Hai orang-orang yang
beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari
purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang.
13. Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal.
d. Sebab Turunnya Ayat
- Ayat 11
Ibnu Munzir mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu
Juraij menceritakan, mereka menduga bahwa ayat ini diturunkan mengenai Salman
Al Farisi r.a. yaitu ketika ia makan lalu tidur dan sewaktu ia tidur kentut;
lalu ada seorang lelaki yang menggunjingkan tentang makan dan tidur Salman itu,
maka turunlah ayat ini.
- Ayat 12
Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu
Abu Mulaikah menceritakan, bahwa ketika penaklukan kota Mekah Bilal langsung
naik ke atas Kabah kemudian mengumandangkan suara azan, sebagian orang-orang
ada yang mengatakan, "Apakah hamba sahaya yang hitam ini berani azan di
atas Kabah?" Sebagian dari mereka mengatakan, "Jika Allah murka,
niscaya Dia akan mencegahnya." Lalu Allah swt. menurunkan firman-Nya,
"Hai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan..." (Q.S. Al Hujurat, 13) Ibnu Asakir di dalam kitab
Mubhamat mengatakan, "Aku telah menemukan di dalam manuskrip yang ditulis
oleh Ibnu Basykuwal, bahwa Abu Bakar bin Abu Daud mengetengahkan sebuah hadis
di dalam kitab tafsir yang ditulisnya, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan
dengan Abu Hindun. Rasulullah saw. memerintahkan kepada Bani Bayyadhah supaya
mereka mengawinkan Abu Hindun dengan seorang wanita dari kalangan mereka. Lalu
mereka menjawab, "Wahai Rasulullah! Apakah pantas bila kami menikahkan
anak-anak perempuan kami dengan bekas hamba sahaya kami?" Lalu turunlah
ayat ini.
- Ayat 13
Imam Thabrani mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad
yang Hasan melalui Abdullah bin Abu Aufa, bahwasanya ada segolongan orang-orang
Arab Badui mengatakan kepada Rasulullah saw., "Wahai Rasulullah! Kami
telah masuk Islam tanpa berperang lebih dahulu dengan engkau, sedangkan Bani
Fulan (mereka masuk Islam setelah terlebih dahulu) memerangimu." Maka
Allah swt. menurunkan firman-Nya, "Mereka telah merasa memberi nikmat
kepadamu dengan keislaman mereka..." (Q.S. Al Hujurat, 17) Al Bazzar mengetengahkan
sebuah hadis melalui jalur Sa'id bin Jubair yang bersumber dari Ibnu Abbas r.a.
hadis yang dikemukakannya itu sama dengan hadis di atas. Ibnu Abu Hatim
mengetengahkan pula hadis yang sama melalui Hasan, di dalam hadis yang
diketengahkannya itu disebutkan, bahwa hal tersebut terjadi sewaktu penaklukan
kota Mekah. Ibnu Said mengetengahkan sebuah hadis yang bersumber dari Muhammad
bin Ka'b Al Qurazhi yang telah menceritakan, bahwa ada sepuluh orang dari
kalangan Bani Asad datang menghadap Rasulullah saw. yaitu pada tahun 9 H. Di
antara mereka terdapat Thalhah bin Khuwailid. Sedangkan pada saat mereka
datang, Rasulullah saw. berada di mesjid bersama dengan para sahabat; lalu
mereka mengucapkan salam, dan juru bicara mereka berkata, "Wahai
Rasulullah! Sesungguhnya kami bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
semata dan tiada sekutu bagi-Nya, bahwasanya engkau adalah hamba dan Rasul-Nya.
Kami datang kepadamu wahai Rasulullah, sedangkan engkau tidak pernah mengutus
utusanmu kepada kami, dan kami menjamin keislaman orang-orang yang ada di
belakang kami (yakni kaum mereka)." Maka Allah menurunkan firman-Nya,
"Mereka telah merasa memberi nikmat kepadamu dengan keislaman
mereka..." (Q.S. Al Hujurat, 17) Said bin Manshur di dalam kitab Sunahnya
mengetengahkan sebuah hadis melalui Said bin Jubair yang menceritakan, bahwa
ada segolongan orang-orang Arab Badui dari kalangan Bani Asad datang menghadap
Nabi saw. Lalu mereka berkata, "Kami datang kepadamu (untuk masuk Islam)
sedangkan kami belum pernah memerangimu", lalu Allah menurunkan
firman-Nya, "Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman
mereka..." (Q.S. Al Hujurat, 17)
e. Tafsir Ayat
1) Ayat 11
Dalam ayat
ini, Allah SWT memperingatkan kaum mukmin supaya jangan ada suatu kaum
mengolok-olokkan kaum yang lain karena boleh jadi, mereka yang diolok-olokkan
itu pada sisi Allah jauh lebih mulia dan terhormat dari mereka yang
mengolok-olokkan, dan demikian pula di kalangan wanita, jangan ada segolongan
wanita yang mengolok-olokkan wanita yang lain karena boleh jadi, mereka yang
diolok-olokkan itu pada sisi Allah lebih baik dan lebih terhormat dari
wanita-wanita yang yang mengolok-olokkan itu. Dan Allah SWT melarang pula kaum
mukminin mencela kaum mereka sendiri karena kaum mukminin semuanya harus
dipandang satu tubuh yang diikat dengan kesatuan dan persatuan, dan dilarang
pula panggilan-panggilan dengan gelar-gelar yang buruk seperti panggilan kepada
seseorang yang sudah beriman dengan kata-kata: hai fasik, hai kafir, dan
sebagainya.
Muslim
meriwayatkan dari Abu Hurairah, sabda Rasulullah saw sebagai berikut yang
artinya: “Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupamu dan harta
kekayaanmu. akan tetapi Ia memandang kepada hatimu dan perbuatanmu.”
Hadis ini
mengandung isyarat bahwa seorang hamba Allah jangan memastikan kebaikan atau
keburukan seseorang semata-mata karena melihat kepada amal perbuatannya saja,
sebab ada kemungkinan seorang tampak mengerjakan amal kebaikan, padahal Allah
melihat di dalam hatinya ada sifat yang tercela, dan sebaliknya pula mungkin
ada seorang yang kelihatan melakukan suatu yang tampak buruk, akan tetapi Allah
melihat dalam hatinya ada rasa penyesalan yang besar yang mendorong kepadanya
bertobat dari dosanya. Maka amal perbuatan yang nampak dari luar itu, hanya
merupakan tanda-tanda saja yang menimbukan sangkaan yang kuat, tetapi belum
sampai ke tingkat meyakinkan. Maka Allah SWT melarang kaum mukminin memanggil
orang dengan panggilan-panggilan yang buruk setelah mereka beriman. Ketika
Rasulullah saw tiba di Madinah, maka orang-orang Ansar banyak mempunyai nama
lebih dari satu, dan jika mereka dipanggil oleh kawan mereka, kadang-kadang
dipanggil dengan nama yang tidak disukainya, dan setelah hal itu dilaporkan
kepada Rasulullah saw, maka turunlah ayat ini.
Ibnu Jarir
meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat ini, beliau menerangkan
bahwa ada seorang laki-laki yang pernah di masa mudanya mengerjakan suatu yang
buruk, lalu ia bertobat dari dosanya, maka Allah melarang siapa saja yang
menyebut-nyebut lagi keburukannya di masa yang lalu, karena hal itu dapat
membangkitkan perasaan yang tidak baik, membangkit-bangkit kefasikan setelah
beriman. Itu sebabnya Allah melarang panggilan-panggilan dengan gelar-gelar
yang buruk itu.
Adapun
gelar-gelar yang mengandung penghormatan, itu tidak dilarang seperti sebutan
kepada Abu Bakar dengan As Siddiq, kepada Umar dengan Faruq, kepada Usman
dengan sebutan Zun Nurain dan kepada Ali dengan Abu Turab dan kepada Khalid bin
Walid dengan sebutan Saifullah (pedang Allah).
Panggilan
yang buruk dilarang diucapkan sesudah orangnya beriman karena gelar-gelar buruk
itu mengingatkan kepada kedurhakaan yang sudah lewat, yang sekarang tidak
pantas lagi dilontarkan kepada orangnya setelah ia beriman. Barang siapa tidak
bertobat, bahkan terus pula memanggil-manggil dengan gelar-gelar yang buruk
itu, maka mereka itu dicap oleh Allah SWT sebagai orang-orang yang zalim
terhadap diri mereka sendiri dan pasti akan menerima konsekwensinya berupa azab
dari Allah pada Hari Kiamat
2) Ayat 12
Dalam ayat
ini, Allah SWT memberi peringatan kepada orang-orang yang beriman, supaya
mereka menjauhkan diri dari prasangka terhadap orang-orang yang beriman dan
jika mereka mendengar sebuah kalimat yang keluar dari mulut saudaranya yang
mukmin, maka kalimat itu harus diberi tanggapan yang baik, ditujukan kepada
pengertian yang baik, dan jangan sekali-kali timbul salah paham, apalagi
menyelewengkannya sehingga menimbulkan fitnah dan prasangka. Umar telah berkata
yang artinya demikian: "Jangan
sekali-kali kamu menerima ucapan yang keluar dari mulut saudaramu, melainkan
dengan maksud dan pengertian yang baik, sedangkan kamu sendiri menemukan arah
pengertian yang baik itu."
Dan
diriwayatkan dan Rasulullah saw bahwa sesungguhnya Allah mengharamkan dari
orang mukmin darahnya, kehormatannya dan menyangka kepadanya dengan sangkaan
yang buruk, atau dilarang berburuk sangka. Adapun orang yang secara
terang-terangan berbuat maksiat, atau sering dijumpai berada di tempat orang yang
biasa minum arak hingga mabuk, maka buruk sangka terhadap mereka itu tidak
dilarang. Imam Baihaqi dalam kitabnya Syu'abul Iman meriwayatkan sebuah hadis
dari Said bin Musayyab sebagai berikut:
Beberapa
saudaraku di antara sahabat Rasulullah saw telah menyampaikan sebuah tulisan
kepadaku yang berisi beberapa petunjuk, di antaranya, "Letakkanlah urusan
saudaramu di atas sangkaan yang sebaik-baiknya selagi tidak datang kepadamu
yang membantah sangkaanmu itu dan jangan sekali-kali engkau memandang buruk
perkataan yang pernah diucapkan oleh seorang muslim, padahal engkau menemukan
tafsiran yang baik pada ucapannya itu; dan barangsiapa yang menempatkan dirinya
di tempat purbasangka, maka janganlah ia mencela, kecuali kepada dirinya
sendiri. Dan barangsiapa yang menyembunyikan rahasianya, maka pilihan itu
berada di tangannya, dan tidak engkau balas seorang yang mendurhakai Allah
(pada dirimu), dengan contoh yang lebih baik ialah taat kepada Allah demi
balasan itu; dan hendaklah engkau selalu bersahabat dengan orang-orang yang
benar sehingga engkau berada di dalam lingkup budi pekerti yang mereka
upayakan, karena mereka itu menjadi perhiasan dalam kekayaan dan menjadi
perisai ketika menghadapi bahaya yang besar. Dan jangan sekali-kali meremehkan
sumpah agar kamu tidak dihinakan oleh Allah SWT. Dan jangan sekali-kali
bertanya tentang sesuatu yang belum ada sehingga berwujud terlebih dahulu dan
jangan engkau sampaikan pembicaraan kecuali kepada orang yang mencintainya. Dan
tetaplah berpegang kepada kebenaran walaupun kamu akan terbunuh olehnya.
Hindarilah musuhmu dan tetaplah menaruh curiga kepada kawanmu. kecuali orang
yang benar-benar sudah dapat dipercaya, dan tidak ada yang dapat dipercaya
kecuali orang yang takut kepada Allah. Dan bermusyawarahlah dalam urusanmu dengan
orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka dalam keadaan gaib.
Kemudian
Allah menerangkan sebabnya orang-orang mukmin wajib menjauhkan diri dari
purbasangka, oleh karena sebagian purbasangka itu mengandung dosa. Berburuk
sangka terhadap orang mukmin adalah suatu dosa besar karena Allah nyata-nyata
telah melarangnya. Selanjutnya Allah melarang kaum mukminin mencari-cari
kesalahan orang lain, mencari kecemaran, dan noda orang lain.
Abu
Qilabah meriwayatkan bahwa telah sampai berita kepada Umar bin Khattab, bahwa
Abu Mihjan As Saqafi minum arak bersama-sama dengan kawan-kawannya di rumahnya.
Maka pergilah Umar hingga masuk ke dalam rumahnya, tetapi tidak ada orang yang
bersama Abu Mihjan itu kecuali seorang laki-laki, Abu Mihjan sendiri. Maka
berkatalah Abu Mihjan: "Sesungguhnya perbuatanmu ini tidak halal bagimu
karena Allah telah melarangmu dari mencari-cari kesalahan orang lain".
Kemudian Umar keluar dari rumahnya.
Dan Allah
melarang pula bergunjing atau mengumpat orang lain, dan yang dinamakan gibah
atau bergunjing itu ialah menyebut-nyebut suatu keburukan orang lain yang tidak
disukainya sedang ia tidak di tempat itu baik sebutan atau dengan isyarat,
karena yang demikian itu, menyakiti orang yang diumpatnya. Dan sebutan yang
menyakiti itu ada yang mengenai, keduniaan, badan, budi pekerti, harta atau
anak, istri atau pembantunya, dan seterusnya yang ada hubungannya dengan dia.
Telah
berkata Hasan (cucu Nabi) bahwa bergunjing itu ada tiga macam, ketiga-tiganya
tersebut dalam Alquran, yaitu gibah, ifki dan buhtan. Gibah atau bergunjing,
yaitu menyebut-nyebut keburukan yang ada pada saudaramu. Adapun ifki yaitu kamu
menyebut-nyebut keburt tentang seseorang mengenai berita-berita yang sampai
kepadamu, dan buhtan atau tuduhan yang palsu ialah bahwa engkau menyebut-nyebut
kejelekan seseorang yang tidak ada padanya. Dan tidak ada perbedaan pendapat
antara para ulama bahwa bergunjing ini termasuk dosa besar, dan diwajibkan
kepada orang yang bergunjing supaya segera bertobat kepada Allah dan minta maaf
kepada orang yang bersangkutan.
Mu'awiyah
bin Kurrah berkata kepada Syubah: "Jika seandainya ada seorang yang putus
tangannya lewat di hadapanmu, kemudian kamu berkata 'itu si buntung', maka
ucapan itu sudah termasuk bergunjing".
Allah
taala mengemukakan sebuah perumpamaan supaya terhindar dari bergunjing, yaitu
dengan suatu peringatan yang berbentuk pertanyaan: "Sukakah salah seorang
di antara kamu memakan daging bangkai saudaranya?" Tentu saja kamu merasa
jijik kepadanya. Oleh karena itu, jangan pula menyebut-nyebut keburukan
seseorang ketika ia masih hidup. Sebagaimana kamu tidak menyukainya yang
demikian itu, karena dipandang buruk juga dalam syariat.
Ali bin
Husen mendengar seorang laki-laki sedang mengumpat orang lain, lalu ia berkata:
"Awas kamu jangan bergunjing karena bergunjing itu sebagai lauk pauk
manusia". Nabi sendiri berkhutbah pada hijjatul wada (naik haji yang
penghabisan) yang artinya: Sesungguhnya
darahmu, hartamu, dan kehormatanmu haram bagimu seperti haramnya hari ini dalam
bulan ini dan di negerimu ini.
Allah
menyuruh kaum mukminin supaya tetap bertakwa kepada-Nya karena sesungguhnya
Allah Maha Pengampun terhadap orang yang bertobat dan mengakui
kesalahan-kesalahannya. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang, dan tidak akan
mengazab seseorang setelah ia bertobat. Bergunjing itu tidak diharamkan jika
disertai dengan maksud-maksud yang baik, yang tidak bisa tercapai kecuali
dengan gibah itu. dan soal-soal yang dikecualikan dan tidak diharamkan dalam
bergunjing itu ada enam perkara:
1. Dalam rangka kelaliman
agar supaya dapat dibela oleh seorang yang mampu menghilangkan kezaliman itu.
2. Jika dijadikan bahan
untuk merubah sesuatu kemungkaran dengan menyebut-nyebut kejelekan seseorang
kepada seorang penguasa yang mampu mengadakan tindakan perbaikan.
3. Di dalam mahkamah,
seorang yang mengajukan perkara boleh melaporkan kepada mufti atau hakim bahwa
ia telah dianiaya oleh seorang penguasa yang (sebenarnya) mampu mengadakan
tindakan perbaikan.
4. Memberi peringatan
kepada kaum Muslimin tentang suatu kejahatan atau bahaya yang mungkin akan
mengenai seseorang; misalnya menuduh saksi-saksi tidak adil, atau
memperingatkan seseorang yang akan melangsungkan pernikahan bahwa calon
pengantinnya adalah seorang yang mempunyai cacat budi pekertinya, atau
mempunyai penyakit yang menular.
5. Bila orang yang
diumpat itu terang-terangan melakukan dosa di muka umum, seperti minum arak di
hadapan khalayak ramai.
6. Mengenalkan seorang
dengan sebutan yang kurang baik, seperti a'war (orang yang matanya buta
sebelah) jika tidak mungkin memperkenalkannya kecuali dengan nama itu.
3) Ayat 13
Dalam ayat
ini Allah SWT menjelaskan bahwa manusia diciptakan-Nya berbagai-bagai bangsa
dan suka-suka bangsa, berbeda-beda warna kulit bukan untuk saling mencemoohkan,
akan tetapi supaya saling mengenal dan saling menolong. Dan Allah taala tidak
menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunannya,
kepangkatan atau kekayaannya karena yang paling mulia di antara manusia pada
sisi Allah hanyalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya.
Diriwayatkan
oleh Abu Daud mengenai turunnya ayat ini yaitu tentang peristiwa seorang
sahabat yang bernama Abu Hindin yang biasa berkhidmat kepada Nabi untuk
mengeluarkan darah kotor dari kepalanya dengan pembekam, yang bentuknya seperti
tanduk.
Rasulullah
saw menyuruh kabilah Bani Bayadah agar menikahkan Abu Hindin dengan seorang
wanita di kalangan mereka. Mereka bertanya: "Apakah patut kami mengawinkan
gadis-gadis kami dengan budak-budak?". Maka Allah menurunkan ayat ini,
agar kita tidak mencemoohkan seseorang karena memandang rendah kedudukannya.
Kebiasaan
manusia memandang kemuliaan itu selalu ada sangkut pautnya dengan kebangsaan
dan kekayaan, padahal menurut pandangan Allah orang yang paling mulia itu
adalah orang yang paling takwa kepada Nya.
Diriwayatkan
oleh Abi Mulaikah tatkala terjadi Futuh Mekah yaitu kembalinya negeri Mekah ke
bawah kekuasaan Rasulullah saw pada tahun 8 Hijriah, maka Bilal disuruh
Rasulullah saw untuk berazan. Ia memanjat Kakbah dan berazan, berseru kepada
kaum muslimin untuk salat berjemaah.
Attab bin
Useid ketika melihat Bilal naik ke atas Kakbah untuk berazan, berkata,
"Segala puji bagi Allah yang telah mewafatkan ayahku sehingga tidak sempat
menyaksikan peristiwa hari ini". Dari Haris bin Hisyam berkata:
"Muhammad tidak akan menemukan orang lain untuk berazan kecuali burung
gagak yang hitam ini". Maksudnya mencemoohkan Bilal karena warna kulitnya
yang hitam. Maka datanglah Malaikat Jibril memberitahukan kepada Rasulullah saw
apa yang mereka ucapkan itu. Maka turunlah ayat ini, yang melarang manusia
menyombongkan diri karena kedudukan, kepangkatan, kekayaan, dan keturunan,
mencemoohkan orang-orang miskin; diterangkan pula bahwa kemuliaan itu disangkut
pautkan dengan ketakwaan kepada Allah SWT.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Umar, bahwa Rasulullah saw berkhutbah pada hari Futuh Mekah. Dari
atas untanya, beliau memuji kepada. Allah sebagaimana mestinya, kemudian beliau
menerangkan bahwa Allah telah menghilangkan dari umat Islam adat jahiliah yang
suka bersombong-sombong dengan menonjolkan kebesaran nenek moyangnya.
Manusia
itu hanya dua macam, yakni seorang yang berbuat kebaikan dan bertakwa, dialah
yang mulia pada sisi Allah. Dan seorang lagi yang durhaka, dialah yang celaka,
yang sangat hina menurut pandangan Allah.
Tafsir
Jalalain : Surah Al Hujuraat 13
(Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan) yakni dari Adam dan Hawa (dan Kami menjadikan kalian
berbangsa-bangsa) lafal Syu'uuban adalah bentuk jamak dari lafal Sya'bun, yang
artinya tingkatan nasab keturunan yang paling tinggi (dan bersuku-suku)
kedudukan suku berada di bawah bangsa, setelah suku atau kabilah disebut
Imarah, lalu Bathn, sesudah Bathn adalah Fakhdz dan yang paling bawah adalah
Fashilah. Contohnya ialah Khuzaimah adalah nama suatu bangsa, Kinanah adalah
nama suatu kabilah atau suku, Quraisy adalah nama suatu Imarah, Qushay adalah
nama suatu Bathn, Hasyim adalah nama suatu Fakhdz, dan Al-Abbas adalah nama
suatu Fashilah (supaya kalian saling kenal-mengenal) lafal Ta'aarafuu asalnya
adalah Tata'aarafuu, kemudian salah satu dari kedua huruf Ta dibuang sehingga
jadilah Ta'aarafuu; maksudnya supaya sebagian dari kalian saling mengenal
sebagian yang lain bukan untuk saling membanggakan ketinggian nasab atau
keturunan, karena sesungguhnya kebanggaan itu hanya dinilai dari segi
ketakwaan. (Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui) tentang
kalian (lagi Maha Mengenal) apa yang tersimpan di dalam batin kalian.
2. Qur’an Surat Al-Isro ayat 29-30
a. Teks Ayat
وَلاَ
تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلاَ تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ
فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَّحْسُوراً - إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن
يَشَآءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا.
b. Terjemah Mufrodat
- Ayat 29
إِلَى
|
مَغْلُولَةً
|
يَدَكَ
|
تَجْعَلْ
|
وَلاَ
|
pada
|
terbelenggu
|
tanganmu
|
Kamu
jadikan
|
Dan
jangan
|
الْبَسْطِ
|
كُلَّ
|
تَبْسُطْهَا
|
وَلاَ
|
عُنُقِكَ
|
Uluran
(berlebihan dalam menginfakan
|
setiap
|
Kamu
mengulurkan/ menginfakannya
|
Dan
janganlah
|
Lehermu
(pelit/kikir)
|
مَّحْسُوراً
|
مَلُومًا
|
فَتَقْعُدَ
|
||
Menyesal
(karena tidak punya apapun)
|
Tercela
(karena kikir)
|
Maka
kamu akan menjadi
|
- Ayat 30
لِمَن
|
الرِّزْقَ
|
يَبْسُطُ
|
رَبَّكَ
|
إِنَّ
|
Kepada
siapa yang
|
rizki
|
Dia
melapangkan
|
Tuhanmu
|
sesungguhnya
|
بِعِبَادِهِ
|
كَانَ
|
إِنَّهُ
|
وَيَقْدِرُ
|
يَشَآءُ
|
Kepada
para hambanya
|
adalah
|
Sesungguhnya
Dia
|
dan
Dia membatasi rizki (kepada siapa yang Dia kehendaki)
|
Dia
kehendaki
|
بَصِيرًا
|
خَبِيرًا
|
|||
Maha
Melihat
|
Maha
Mengetahui
|
c. Terjemah
29. Dan janganlah kamu
jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu
mengulurkannya[852] karena itu
kamu menjadi tercela dan menyesal.
30. Sesungguhnya Tuhanmu
melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya;
sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.
d. Sebab Turunnya Ayat
- Ayat 29
Ibnu Mundzir mengetengahkan sebuah hadis melalui Syihab
yang menceritakan, bahwa jika Rasulullah saw. membacakan Alquran kepada
orang-orang musyrik Quraisy dengan maksud untuk mengajak mereka kepada ajaran
Alquran, maka mereka berkata dengan nada yang memperolok-olokkan, yaitu
sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya, "Hati kami berada dalam tutupan
yang menutupi apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada
sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding." (Fushshilat 5). Maka Allah
menurunkan firman-Nya dalam peristiwa tersebut seperti apa yang mereka
kehendaki dalam perkataan mereka itu, yaitu, "Dan apabila kamu membaca
Alquran..." (Q.S. Al-Isra 45)
e. Tafsir Ayat
1) Ayat 29
Kemudian
Allah SWT menjelaskan cara-cara yang baik dalam membelanjakan harta, yaitu
Allah SWT melarang orang menjadikan tangannya terbelenggu pada leher. Ungkapan
ini adalah lazim dipergunakan oleh orang-orang Arab, yang berarti larangan
berlaku bakhil. Allah melarang orang-orang yang bakhil, sehingga enggan
memberikan harta kepada orang lain, walaupun sedikit. Sebaliknya Allah juga
melarang orang yang terlalu mengulurkan tangan, ungkapan serupa ini berarti
melarang orang yang berlaku boros membelanjakan harta, sehingga belanja yang
dihamburkannya melebihi kemampuan yang dimilikinya. Akibat orang yang semacam
itu akan menjadi tercela, dan dicemoohkan oleh handai-tolan serta kerabatnya
dan menjadi orang yang menyesal karena kebiasaannya itu akan mengakibatkan dia
tidak mempunyai apa-apa.
Dari ayat
ini dapat dipahami bahwa cara yang baik dalam membelanjakan harta ialah
membelanjakannya dengan cara yang layak dan wajar, tidak terlalu bakhil dan
tidak terlalu boros.
Adapun
keterangan-keterangan yang didapat dari hadis-hadis Nabi dapat dikemukakan
sebagai berikut:
Diriwayatkan
dari Imam Ahmad dan ahli hadis yang lain, dari Ibnu Abbas ia berkata:
"Rasulullah saw bersabda: "Tidak akan menjadi miskin orang yang
berhemat".
Imam
Baihaqi meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Abbas, Ibnu Abbas berkata:
"Rasulullah saw bersabda: Berlaku hemat dalam membelanjakan harta, separoh
dari penghidupan.
Tafsir
Jalalain Surah Al Israa' 29
(Dan
janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu) artinya janganlah
kamu menahannya dari berinfak secara keras-keras; artinya pelit sekali (dan
janganlah kamu mengulurkannya) dalam membelanjakan hartamu (secara keterlaluan,
karena itu kamu menjadi tercela) pengertian tercela ini dialamatkan kepada
orang yang pelit (dan menyesal) hartamu habis ludes dan kamu tidak memiliki
apa-apa lagi karenanya; pengertian ini ditujukan kepada orang yang terlalu
berlebihan di dalam membelanjakan hartanya.
2) Ayat 30
Kemudian
Allah SWT menghibur Rasul Nya dan kaum Muslimin bahwa keadaan mereka tidak
mampu itu hanyalah bersifat sementara. Dan sifat itu bukanlah hina di hadapan
Allah, akan tetapi semata-mata karena kehendak Allah yang memberi dan mengatur
rezeki. Allah SWT menjelaskan bahwa Dia lah yang melapangkan rezeki kepada
siapa yang dikehendaki Nya di antara hamba Nya, dan Dia pulalah yang
menyempitkannya. Kesemuanya berjalan menurut ketentuan yang telah ditetapkan
oleh Allah terhadap hamba-hamba Nya dalam usaha mencari harta dan cara
memperkembangkannya, yang sangat erat hubungannya dengan alat dan pengetahuan
tentang pengolahan harta itu. Yang demikian itu adalah ketentuan Allah yang
bersifat umum yang berlaku bagi seluruh hambanya. Namun demikian Allah jualah
yang menentukan menurut kehendak Nya.
Di akhir
ayat ini Allah SWT menegakkan bahwa Dia Maha Mengetahui akan hamba-hamba-Nya,
siapakah di antara mereka yang memanfaatkan kekayaan demi kemaslahatan dan
siapakah yang menggunakannya untuk kemudaratan. Dan siapakah di antara
hamba-hamba-Nya yang dalam kemiskinan tetap bersabar dan tawakal kepada Allah,
dan siapa di antara hamba-hamba-Nya, karena kemiskinannya kemudian menjadi
orang-orang yang berputus asa, jauh dari rahmat Allah. Dan Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya, bagaimana mereka mengurusi dan mengatur harta benda, apakah
mereka itu membelanjakan harta pemberian Allah itu dengan boros ataukah dia itu
bakhil.
Oleh sebab
itulah maka kaum Muslimin hendaknya tetap berpegang kepada ketentuan-ketentuan
Allah, dengan menaati segala perintah Nya dan menjauhi larangan Nya. Dalam
membelanjakan harta hendaklah berlaku wajar. Hal itu termasuk sunah di antara
sunah-sunah Allah.
3. Qur’an Surat Ar-Ra’d Ayat 11
a. Teks Ayat
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ
يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُوْ نَهُ مِنْ اَمْرِاللهِ إِنَّ اللهََ
لاَيُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوْامَا بِأَنْفُسِهِمْ وَاِذَا
أَرَادَاللهُ بِقَوْمٍ سُوْءًا فَلاَ مَرَدَّالَهُ وَمَالَهُمْ مِنْ دُوْنِهِ مِنْ
وَّالٍ.
b. Terjemah Mufrodat
وَمِنْ
|
بَيْنِ
يَدَيْهِ
|
مِّن
|
مُعَقِّبَـتٌ
|
لَهُ
|
Dan
dari
|
depannya
|
Dari
|
Para malaikat pengiring/ pendamping
|
Baginya
(manusia)
|
اللَّهِ
|
أَمْرِ
|
مِنْ
|
يَحْفَظُونَهُ
|
خَلْفِهِ
|
Allah
|
perintah
|
karena
|
Mereka
menjaganya
|
belakangnya
|
مَا
|
يُغَيِّرُ
|
لاَ
|
اللَّهَ
|
إِنَّ
|
Apa
(yang)
|
Dia
mengubah
|
tidak
|
Allah
|
sesungguhnya
|
بِأَنفُسِهِمْ
|
مَا
|
يُغَيِّرُواْ
|
حَتَّى
|
بِقَوْمٍ
|
Ada pada diri-diri mereka sendiri
|
Apa (kondisi) yang
|
Mereka mengubah
|
sehingga
|
(ada) pada suatu kaum
|
فَلاَ
|
سُوْءًا
|
بِقَوْمٍ
|
أَرَادَاللهُ
|
وَاِذَا
|
Maka janganlah
|
Keburukan /siksa
|
Ada (pada) suatu kaum
|
Allah menghengdaki
|
Dan jika
|
دُوْنِهِ
|
مِنْ
|
لَهُمْ
|
وَمَا
|
مَرَدَّالَهُ
|
Selain Dia
|
dari
|
Bagi mereka
|
Dan tidak ada
|
Yang dapat menolak baginya
|
وَّالٍ
|
مِنْ
|
|||
pelindung
|
dari
|
c. Terjemah
Bagi manusia ada malaikat-malaikat
yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka
menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada
pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia.
d. Sebab Turunnya Ayat
Imam
Thabrani dan lain-lainnya mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a.,
bahwasanya Arbad bin Qais dan Amir bin Thufail datang ke Madinah menemui
Rasulullah saw. Lalu Amir bin Thufail berkata, "Hai Muhammad! Hadiah
apakah yang akan engkau berikan kepadaku, jika aku masuk Islam?"
Rasulullah saw. menjawab, "Engkau akan mendapatkan sebagaimana apa yang
didapat oleh kaum Muslimin yang lain, dan engkau pun akan menerima seperti apa
yang mereka alami?" Lalu Amir berkata lagi, "Apakah engkau akan
menjadikan aku sebagai penggantimu sesudahmu?" Rasulullah saw. menjawab,
"Hal tersebut bukan untukmu dan bukan untuk kaummu." Lalu mereka
berdua keluar dari majelis Rasulullah saw. Setelah mereka keluar, lalu Amir
berkata kepada Arbad, "Bagaimana kalau aku menyibukkan diri Muhammad
dengan berbicara kepadanya, kemudian dari belakang kamu tebas dia dengan
pedangmu?" Arbad setuju dengan usul tersebut, lalu keduanya kembali lagi
menemui Rasulullah saw. Sesampainya di sana Amir berkata, "Hai Muhammad!
Berdirilah bersamaku, aku akan berbicara kepadamu." Kemudian Amir berbicara
kepadanya, dan Arbad menghunus pedangnya; akan tetapi ketika Arbad meletakkan
tangannya pada pegangan pedangnya, tiba-tiba tangannya lumpuh. Dan Rasulullah
saw. melirik kepadanya serta melihat tingkahnya itu dengan jelas, lalu beliau
berlalu meninggalkan mereka. Maka setelah itu keduanya pergi, dan ketika mereka
berdua sampai di kampung Ar-Raqm, lalu Allah mengutus halilintar kepada Arbad
untuk menyambarnya, maka halilintar itu membunuhnya. Kemudian turunlah
firman-Nya, "Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan..."
(Q.S. Ar-Ra'd 8) sampai dengan firman-Nya, "Dan Dialah Tuhan Yang Maha
keras siksa-Nya." (Q.S. Ar-Ra'd 13).
e. Tafsir Ayat
Allah swt.
menugaskan kepada beberapa malaikat untuk selalu mengikuti manusia secara
bergiliran, di muka dan di belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah.
Ada malaikat yang menjaganya di malam hari, dan ada yang di siang hari, menjaga
dari berbagai bahaya dan kemudaratan, dan ada pula malaikat yang mencatat semua
amal perbuatan manusia, yang baik atau yang buruk. Dua malaikat di sebelah
kanan dan di sebelah kiri yang mencatat amal perbuatan manusia. Yang sebelah
kanan mencatat segala kebaikannya, dan yang sebelah kiri mencatat amal
keburukannya, dan dua malaikat lain lagi yang satu di depan dan yang satu lagi
di belakangnya. Maka setiap orang ada malaikatnya empat pada siang hari dan
empat pada malam hari yang datangnya secara bergiliran, sebagaimana diterangkan
dalam hadis yang sahih yang artunya : “Ada beberapa
malaikat yang menjaga kamu secara bergiliran di malam hari dan di siang hari.
Mereka bertemu (untuk mengadakan serah terima) pada waktu salat subuh dan salat
asar, lalu naiklah malaikat-malaikat yang menjaga di malam hari kepada Allah
Taala. Dia bertanya sedangkan Ia sudah mengetahui apa yang akan ditanyakannya
itu: "Bagaimana keadaan hamba-hamba-Ku ketika kamu meninggalkan mereka (di
dunia)?" Malaikat menjawab: "Kami datang kepada mereka padahal mereka
sedang salat dan kami meninggalkan mereka dan mereka pun sedang salat
pula." (H.R. Bukhari).
Apabila
manusia mengetahui bahwa di sampingnya ada malaikat-malaikat yang mencatat
semua amal perbuatannya, maka patutlah dia selalu menjaga diri dari perbuatan
maksiat karena khawatir akan dilihat oleh malaikat-malaikat itu seperti
kekhawatirannya perbuatan itu dilihat oleh orang yang disegani. Dan tentang
penelitian malaikat-malaikat terhadap perbuatan-perbuatan manusia dapat
diyakinkan kebenarannya setelah ilmu pengetahuan menciptakan alat-alat yang
baru yang dapat mencatat semua kejadian-kejadian yang terjadi pada diri manusia
sebagai contoh aliran listrik dan pemakaian air minum di tiap-tiap kota dan
desa telah diatur sedemikian rupa sehingga dapat diketahui berapa jumlah yang
telah dipergunakan, demikian pula ada alat-alat yang dipasang di kendaraan
bermotor yang dapat mencatat kecepatannya dan mengukur berapa jarak yang telah
ditempuh. Perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat mengungkapkan bermacam-macam
perkara yang gaib adalah memberi keyakinan kepada kita tentang benarnya teori
ketentuan agama itu dan menjadi sebab untuk menundukkan orang-orang yang
terpengaruh oleh doktrin kebendaan sehingga mereka mengakui adanya benda-benda
gaib yang tidak dapat dicapai dengan pancaindra mereka sendiri, oleh karena itu
benarlah orang yang mengatakan bahwa kedudukan akal di dalam Islam itu adalah
seperti dua anak yang kembar yang tidak akan dipisahkan atau seperti dua orang
kawan yang selalu sama pendapat-pendapatnya dan tidak akan berbantah-bantahan.
Malaikat-malaikat itu menjaga manusia atas perintah Allah, dengan izin Allah dan pemeliharaan-Nya yang sempurna.
Malaikat-malaikat itu menjaga manusia atas perintah Allah, dengan izin Allah dan pemeliharaan-Nya yang sempurna.
Sebagaimana
dalam alam kebendaan ada hubungan erat antara sebab dan musabab sesuai dengan
hikmahnya, seperti adanya pelupuk mata melindunginya dari kemasukan benda yang
merusaknya, maka demikian pula dalam alam kerohanian Allah telah menugaskan
beberapa malaikat untuk menjaga manusia dari berbagai kemudaratan. Perbuatan
Tuhan selalu tidak luput dari hikmah dan kemaslahatan. Demikian pula Allah swt.
telah menugaskan malaikat-malaikat untuk mencatat amal perbuatan manusia. Kita
tidak tahu bagaimana cara mencatatnya, kita mengetahui bahwa sesungguhnya Allah
sendiri cukup untuk mengetahuinya. Mengapa Dia masih menugaskan malaikat untuk
mencatatnya. Mungkin di dalamnya terkandung hikmah ialah supaya manusia lebih
tunduk dan akan menerima pahala atau azab yang akan diterimanya nanti di
akhirat, karena telah pula disaksikan dan dicatat oleh para malaikat itu,
menjaga manusia atas perintah dan izin Allah, tetapi bilamana ada kepastian
Allah yang tidak dapat ditolaknya, mereka membiarkan kepastian Allah itu
menimpa pula kepada manusia yang dijaganya.
Ali bin
Abu Talib menerangkan pula bahwa tidak ada seorang hamba pun melainkan ada
malaikat yang menjaganya daripada kejatuhan tembok, atau jatuh ke dalam sumur,
atau dimakan binatang buas, tenggelam atau terbakar akan tetapi bilamana datang
kepastian dari Allah swt. mereka membiarkan manusia itu ditimpa oleh kepastian
itu. Abu Bakar berkata: "Jika manusia melihat seseorang yang lalim dan
tidak bertindak terhadapnya, maka mungkin sekali Allah akan menurunkan azab
yang mengenai mereka semuanya." Keterangan beliau ini diperkuat dengan
firman Allah:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً
Artinya: Dan peliharalah dirimu daripada
siksaan yang tidak khusus menimpa kepada orang-orang yang lalim saja di antara
kamu. (Q.S. Al-Anfal: 25).
Ibnu
Khaldun dalam Mukadimahnya telah mencantumkan sebuah bab dengan judul
"kelaliman dapat menghancurkan kemakmuran". Beliau mengemukakan
beberapa contoh dalam sejarah sebelum Islam dan sesudahnya bahwa kelaliman itu
menghancurkan singgasana umat Islam, telah merendahkan derajatnya, telah
menjadi rongrongan dari semua bangsa yang ada di sekelilingnya. Demikian pula
umat Islam yang pernah meringkuk beberapa abad lamanya di bawah penjajahan
orang barat yang semuanya terjadi atas kebenaran firman Allah:
أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ
Artinya: Bahwasanya bumi ini dipusakai
hamba-hamba-Ku yang saleh.
(Q.S.
Al-Anbiya': 105)
Apabila
Allah menghendaki keburukan kepada suatu kaum dengan penyakit, kemiskinan atau
bermacam-macam cobaan yang lain sebagai akibat dari perbuatan buruk yang mereka
kerjakan sendiri, maka tak ada seorang pun yang dapat menolaknya dan
sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Allah Taala sendiri. Semua
berhala-berhala yang disembah selain Allah, sedikit pun tak ada menarik
kemanfaatan dan menolak kemudaratan bagi dirinya sendiri apalagi untuk orang
lain. Pernah ada seorang Badui, penghuni padang pasir melihat seekor serigala
kencing di atas kepala sebuah berhala. Maka spontan bangkit semangat amarahnya,
lalu memegang berhala itu dan memecahkannya sampai berkeping-keping seraya
berkata: Apakah patut tuhan dikencingi serigala di atas kepalanya? Sungguh hina
benar yang dikencingi serigala di atas kepalanya itu."
Posting Komentar